baguskah?

Senin, 20 Desember 2010

pemeriksaan urinarius

PEMERIKSAAN TRACTUS URINARIUS.
A. Tujuan.
Untuk mengetahui ketidak normalan sistem genital.

B. Indikasi
1. Abses
2. Peradangan
3. Tumor
4. Kemandulan

C. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan daerah yang akan diperiksa, seperti: vesiculografi untuk melihat vesika, epididymography untuk melihat epididymis dan vesikula.
Media kontras yang digunakan adalah water soluble, ionik yang digunakan pada intravena urography. Media kontras yang berbentuk gas dapat diinjeksikan langsung ke masing-masing kantong skrotum untuk memperjelas struktur bagiaan extrapelvis.
Terkadang, vesikal seminal lansung diberi MC dengan kateter uretrocospik pada saluran ejakulasi. Serinkali seluruh sistem duktus diperiksa dengan memasukan soluble kontras ke dalam saluran melalui duktus deferens. dalam hal ini diperlukan sayatan bilateral kecil yang dibuat di bagian atas scrotum untuk mengidentivikasi saluran ini. Jarum untuk pemasukan MC, dimasukan kedalam duktus bagian distal untuk pemeriksaan extrapelvic dan kemudian duktus bagian proksimal untuk pemeriksaan duktus intrapelvic.


Teknik pemeriksaan.
Teknik non-grid digunakan untuk melihat struktur extrapelvic, sedangkan extrapelvic, sedangan teknik untuk melihat saluran intrapelvic.
Proyeksi yang dibuat AP dan oblik, dengan menggunakan kaset ukuran 18x24 cm atau 24x30 cm. Central point pada superior simphisis pubis.

Kriteria:
AP
1. CP(superior simphisis pubis) tepet di pertengahan film.
2. Tidak ada rotasi.
3. Kontras optimal dan merata agar duktus seminalis tampak jelas.
Obliq
1. CP di pertengahan film
2. Duktus seminalis tidak superposisi dengan iliaca
3. Tidak ada overlaping antara daerah prostat/uretra dengan proximal femur


Prostatography.

A. Tujuan
Pemeriksaan radiogrfi yang bertujuan untuk melihat prostat.

B. Indikasi
1. Pembesaran kelenjar prostat
2. Kandungan kapur
3. Retensi urin

C. Pemeriksaan
Prostatography adalah pemeriksaan radiografi untuk melihat prostat dengan prosedur radiografi, cystografi atau vesiculografi.namun, sekarang ini prosedur tersebut sudah jarang digunakan karen perkembangan iptek pada urografi.
Sugiura dan hasegawa memparkenalkan metode MC prostatografi, di mana MC water saluble diinjeksikan langsung ke dalam prostat melalui dinding rectal/rectum.

Teknik pemeriksaan
1. Persiapan pasien
Sebelum pemeriksaan,pasien diminta buang air kecil,agar tidak ada bayangan fasesdan urin pada radiograf.
2. Proyeksi
AP
Posisi pasien supine,MSP tegak lurus dengan grid.
Kaset 18X24cm
Central point: 1 inc(2,5 cm) di atas simphisis pubis
Central ray : 15o caudal
PA
PA sering digunakan dalam pemeriksaan karena dengan posisi ini, prostat terbebas dari superposisi dengan vertebrae coccygeus
MSP tegak lurus dengan grid
Kaset 18X24 cm
CP: 2 inc di atas simphisis pubis
CR: 20-25o cephalad
3. Kriteria
a. CP berada di pertengahan film
b. Prostat terproyeksi di antar shimpisis pubis dan coccyx.

sistem saraf

ANATOMI FISIOLOGI-1

SISTEM SARAF


MAKALAH
Oleh
YUNA KUS INDRIANTO






KATA PENGANTAR



Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahNya sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti.Makalah yang berjudul “Sistem Saraf” digunakan untuk melengkapi tugas studi yang diberikan pada kami.

Penyusun sadar bahwa penulisan makalah yang sangat sederhana ini masih jauh dari kesempurnaan dan membutuhkan bantuan dari teman-teman semua.Oleh karena itu, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr Michel A. Lewol., selaku Dosen Mata Kuliah Anatomi Fisiologi-1 yang telah memberikan bimbingan dan pengarahaanya.
2. Orang tua yang telah memberi dukungan moril maupun materiil.
3. Teman- teman kelas regular dan ekstensi yang berperan sebagai motivator dalam tugas ini.
4. Pihak lain yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Kiranya hanya demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.




Semarang, 2 Oktober 2006



Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem Saraf manusia dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sistem saraf pusat atau biasa disebut dengan SSP dan sistem saraf perifer/tepi. Sistem saraf pusat(SSP) dibagi lagi menjadi dua, yaitu otak dan medula spinalis. Begitu juga dengan sistem saraf tepi/perifer dibagi lagi menjadi dua kelompok besar yaitu sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.
Sistem saraf pusat juga dikenal sebagai sistem serebrospinal sedangkan sistem saraf perifer dikelompokkan kembali menjadi sistem saraf somatis yang terdiri dari neuron aferen dan neuron eferen. Sistem saraf otonom(SSO) yang terdiri dari susunan saraf simpatis dan susunan saraf parasimpatis. 1
Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sunsum tulang belakang, dan urat-urat saraf yang merupakan percabangan dari otak dan tulang belakang tadi disebut sebagai saraf tepi/perifer. Jaringan saraf membentuk salah satu dari empat kelompok jaringan utama dalam tubuh manusia. 1
Susunan saraf terdiri dari 2 unsur selular, yaitu neuron dan neuroglia. Setiap neuron tumbuh dari neuroblast, sedangkan neuroglia berasal dari spongioblast. Jumlah neuron pada tubuh manusia antara 15 ribu sampai 30 ribu juta, sehingga jumlah tersebut juga menunjukkan jumlah neuroblast. Setelah semua neuroblast berubah menjadi neuron, maka jumlah neuron tidak akan bertambah . Semua neuron merupakan sel dalam status postmitotik dan tetap sampai akhir hidupnya.2
Sebagai sel terkhusus, neuron bertugas mengumpulkan dan menyebarkan informasi demi kelancaran makhluk hidup di dalamnya. Adapun mekanisme pokok yang mendasari aktivitas tersebut meliputi:

 Bereaksi, terhadap perubahan dirinya akibat adanya impuls/ rangsangan
 Beraksi, karena adanya reaksi.
 Menyalurkan, aksinya sepanjang akson.
 Menghibahkan, impuls ke neuron lain.
Neuron beraksi terhadap rangsang yang berasal dari luar tubuhnya, rangsang itu dapat bersifat alamiah tetapi dapat pula berupa rangsang buatan, yang berupa rangsang fisik atau kimia. 2

B. RUMUSAN MASALAH
1. Anatomi dari sistem saraf ?
2. Sirkulasi serebral ?
3. Pembuluh darah yang menangani sistem saraf manusia ?
4. Lapisan-lapisan yang ada di dalam kepala (otak) ?
5. Cedera yang bisa terjadi dalam sistem saraf manusia?
6. Anatomi dari bagian-bagian otak?
7. Anatomi dari tulang belakang ?














BAB II
ISI

1. ANATOMI
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan atau dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan, dan mengontrol interaksi antar individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan schwan). Kedua jenis sel tersebut demikian erat dan berkaitan satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel sistem saraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau masukan aferen dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan motorik atau masukan eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar, yaitu organ-organ efektor. Neuron dapat menyalurkan data neural ke neuron lain, dalam hal ini neuron ini disebut neuron asosiasi atau neuron internuncial. Neuroglia merupakan penyokong, pelindung dan sumber nutrisi bagi neuron-neuron otak dan medula spinalis, sedangkan sel schwan merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron dan tonjolan neural di luar sistem saraf pusat.











Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
A. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf pusat dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang, serta dilindungi oleh suspensi dalam cairan serebrospinal yang dibentuk dalam ventrikel otak.
1. Otak
Terletak dalam rongga kranium, dibagi menjadi :
- Otak depan : menjadi belahan otak (hemispherium serebri) korpus striatum dan talami (talamus dan hipotalamus).
- Otak tengah : tekmentum, krusserebrium, korpus kuadri geminus.
- Otak belakang : pons varolii, medula oblongata serebelum yang membentuk batang otak.
Otak manusia kira-kira merupakan 2 % dari berat badan orang dewasa (sekitar 3 lbs). Otak menerima 20 % dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20 % pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilo kalori enegi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan. Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat. Bila aliran darah terhenti selama 10 detik saja, maka kesadaran mungkin sudah akan hilang, dan penghentian dalam beberapa menit saja dapat menimbulkan kerusakan irreversibel. Hipoglikemia yang berkepanjangan juga merusak jaringan otak. Aktivitas otak yang tak pernah berhenti ini berkaitan dengan fungsinya yang kritis sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan sistem efektor perifer tubuh, dan berfungsi sebagai pengatur informasi yang masuk, simpanan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku.


2. Medula spinalis
Berfungsi sebagai pusat refleks dan jarak konduksi impuls dari atau kotak. Terdiri dari substania alba (serabut saraf bermeili) dengan bagian dalam terdiri dari substania grisea (jaringan saraf tak bermeili) substania alba berfungsi jaras konduksi impuls eferen dan aferen antara berbagai tingkat medula spinalis dan otak. Substania grisea merupakan tempat integrasi refleks spinal terhadap lingkungan sekitarnya. Pada penampang melintang, substania grisea tampak menyerupai huruf H kapital. Kedua kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan tubuh disebut kornu anterior atau kornu ventralis, sedangkan kedua kaki belakang dinamakan kornu posterior atau kornu dorsalis.
Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron motorik eferen multipolar dari kradiks ventralis dan saraf sipinal sel kornu ventralis atau lower motor neuron biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena setiap gerakan, baik yang berasal dari konteks motorik serebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari reseptor sensorik, harus diterjemahkan menjadi satu kegiatan atau tindakan melalui strutur tersebut.
Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut sensorik yang akan menuju ketingkat sistem saraf pusat lain sesudah bersinap dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik.

B. Sistem saraf perifer terdiri dari :
1. Sistem saraf somatis.
Terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa baik informasi sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tidak disadari (misalnya nyeri, suhu, raba, propriosepsi yang disadari maupun yang tak disadari, penglihatan, pengecapan, pendengaran, dan penciuman) dari kepala, dinding tubuh dan ekstremitas. Saraf eferen terutama berhubungan dengan otot rangka tubuh. Sistem saraf somatis menangani interaksi dan respons terhadap lingkungan luar.
2. Sistem saraf otonom.
Merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut aferennya membawa masukan dari organ-organ viseral (menangani pengaturan denyut jantung, diameter pembuluh darah, pernapasan, pencernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan, dsb). Saraf eferen motorik sistem saraf otonom mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar-kelenjar viseral. Sistem saraf otonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral dan interaksinya dengan lingkungan dalam. Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem saraf otonom parasimpatis yang keluar dari otak dan bagian sakral medula spinalis, dan sistem saraf otonom simpatis yang meninggalkan sistem saraf pusat dari daerah torakal dan lumbal medula spinalis.

DAERAH PADA OTAK
Fisura dan sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Kortek serebri terlipat secara tidak teratur, lekukan diantar gulungan serebri disebut sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis. Fisura dan sulkus ini membagi otak dalam beberapa daerah lobus yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada diatasnya, seperti :
- Lobus frontalis, bagian depan serebrum yang terletak didepan sulkus sentralis.
- Lobus parietalis, terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco oksipitalis.
- Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan didepan lobus oksipitalis.
- Oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari serebelum.
Fisura longitudinal adalah celah dalam pada bidang medial yang membagi serebrum menjadi hemisfer kanan dan kiri. Sulkus lateralis atau fisura silvius, memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis dan dari lobus parietalis pada sebelah posterior. Sulkus sentralis atau fisura Rolandi memisahkan lobus frontalis dari lobus parietalis. Lobus oksipitalis terletak dibelakang lobus parietalis dan bersandar pada tentorium serebri.
2. SIRKULASI SEREBRAL
Arteria ke otak disuplai oleh dua arteri karotids interna (anterior) dan dua arteri vertebralis (posterior). Yang merupakan cabang dari aorta. Trunkus brakiosefalikus (arteria anomita) akan bercabang menjadi arteria karotis komunis kanan yang memperdarahi kepala dan arteria subklavia kanan memperdarahi lengan. Disebelah kiri, arteriakomunis kiri dan arteria subklavia kiri masing-masing dicabangkan dari lengkung aorta.
Secara umum, arteri kepala bersifat :
1. Arteri penghantar (konduktif)
Diantaranya arteri karotis, serebri media, dan serebri anterior,vertebralis, basilaris, dan serebri posterior. Cabang-cabangnya membentuk jalinan luas meliputi permukaan otak.
2. Arteri penetrans
Merupakan pembuluh dsrah yang mengalirkan nutrisi dari arteria konduktis. Yang masuk kedalam otak dengan sudut tegak lurus dan menyediakan darah bagi struktur dibawah korteks (kapsula interna, ganglia basalis)
Sirkulasi yang menuju ke kedua hemisfer bisanya simetris. Setiap sisi mendapat suplai darah tersendiri, terpisah dari sisi lain. Bila aliran normal ke suatu bagian tertentu berkurang, maka terbentuk sirkulasi koleteral bertahap. Kebanyakan sirkulasi koleteral serebral antara arteri-arteri utama melalui sirkulus willisi. Koleteral antara aarteriakarotis interna dan externa melalui arteria oftalmika, yang akan berfungsi jika jalan lain tergangu.
Setiap individu memiliki perbedaan keadaan sirkulasi koleteral, disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Faktor anstrinsik (extra kranial)
 Tekanan darah
 Fungsi kardio faskular
 Viskositas darah
2. Faktor intrinsik (intra karnial)
 mekainisme otoregulasi serebral mempunyai hubungan dengan tekanan perfusi serabral
 pembuluh darah serebral
 tekanan cairan otak atau intra karnial
Jika tekanan rata-rata darah turun sampai dibawah 60 mmHg, mekanisme oto regulasi otak menjadi kurang efektif. Otak berusaha mengkompensasi dengan menarik oksigen lebih banyak dari darah yang ada, jika terus menurun hingga aliran darah otak sekitar 30 ml / 100 gram jaringan per menit, akan tampak gejala-gejala isemik serebral.

3. CEDERA KEPALA
Otak dilindungi oleh:
1. rambut
2. kulit
3. tulang yang membungkusnya

Beberapa pelindung otak antara lain :
1. Pelindung pertama yang melapisi otak :
 Kulit
 Galea aponeurotika (suatu jaringan fibrosa, padat yang dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal)
 Lapisan membrane
Di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika, yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai ke tengkorak.
2. Tengkorak
Ruang keras yang tidak memungkinkan terjadi perluasan isi intracranial. Terdiri dari :
 Tabula eksternal (dinding bagian luar)
 Tabula internal (dinding bagian dalam)
Mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media, dan posterior.
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu arteria, perdarahan arterial yang diakibatkannya tertimbun dalam ruang epidural, dapat menimbulkan akibat yang fatal jika tidak ditangani dengan segera.
3. Meninges (selaput otak)
Meninges terdiri dari tiga selaput, yang dari luar ke dalam secara berturut-turut dinamakan durameter, arakhnoid mater, dan piamater. Secara kolektif arakhnoid mater dan piamater disebut juga leptomeninges.
 Durameter (lapisan sebelah luar)
Dari ketiga lembaran pelindung jaringan susunan saraf pusat, duramater lah yang paling tebal dan kuat. Tersusun atas jaringan kolagen yang padat.bagian luar dinamakan dura endosteal membentuk bagian dalam periosteum tengkorak membatasi kanalis vertebralis medulla spinal, bagian dalam dinamakan dura meningeal. Duramater pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak, yaitu rongga sinus longitudinal superior, terletak diantara kedua hemisfer otak. Berfungsi untuk melindungi otak, menutui sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.
Mempunyai suplai darah yang kaya :
1. Bagian tengah dan posterior : arteri meningea media (arteri vertebralis dan karotis interna).
2. Pembuluh anterior dan ethmoid : cabang arteri karotis interna (fossa anterior).
3. Arteri meningea posterior (cabang Arteri oksipitalis) : fossa posterior.



 Arakhnoid mater (lapisan tengah)
Terdiri dari 1 sampai 2 deretan sel, yang secara merata membaur dengan serat-serat kolagen. Pada sisi luar dan dalamnya terdapat selapis sel mesotelial. Diantara duramater dan arakhnoid mater terdapat sela yang disebut sel subdural, sehingga perdarahan dapat menyebar bebas, terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena-vena pada arakhnoid mater memiliki sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek. Diantara arakhnoid mater dan piamater terdapat ruang subarakhnoid yang memungkinkan trjadinya sirkulasi cairan LCS. Terdapat arteria, vena serebral, dan trabekula arakhnoid yang mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut sisterna.

 Piamater (lapisan sebelah dalam)
Terdiri dari lapisan kolagen yang tipis dan sejumlah sel pipih yang tersebar di segenap lapisan kolagen itu.permukaan otak yang melekuk ke dalam oleh karena arteri di ruang subaraknoid masuk dalam jaringan otak, secara konsekuen dilapisi piamater juga. Terdapat sebuah kantong berisi cairan, berisi saraf perifer keluar dari medulla spinalis. Pembuluh darahnya berjalan menuju struktur dalam system saraf pusat untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf. Lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus membungkus girus. Piamater membentuk sawar antar ventrikel dan sulkus atau fisura.
Kerusakan otak melalui 2 cara :
1. Efek langsung trauma pada fungsi otak :
 Akibat benda / serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak.
 Pengaruh kekuatan / energi yang diteruskan ke otak.
 Efek perlambatan – percepatan pada otak yang terbatas dalam kompartemen yang kaku.

2. Efek sekunder trauma yang menyebabkan perubahan neurologik berat :
 Akibat reaksi jaringan terhadap cedera.
 Responnya dengan perubahan isi cairan intrasel dan ekstrasel, ekstravasi darah, peningkatan suplai darah ketempat itu, dan mobilisasi sel untuk memperbaiki dan membuang debris seluler.

























































Hematoma Epidural
Sering terjadi di daerah parieto temporal, akibat robekan arteri meningea media. Terjadinya cedera kepala yang diikuti keadaan tidak sadar beberapa saat. Yang ditandai dengan periode lusid. Hemayoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kea rah bawah dan dalam, menyebabkan medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Tekanan dari hernia unkus pada sirkulasi yang mengurs formasio retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Terjadi dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata, serta terjadi kelemahan respons motorik kontra lateral.

Hematomo subdural
Berasal dari vena yang timbul akibat fruktur vena terjadi rada ruangan subdural. Hematoma subdural terjadi sebagai akibat leserasi vena subdural.
Macam-macam hematoma subdural:
1. Hematoma subdural akut
Durameter dan earakhnoid sobek sehingga cairan otak banyak keruang subdural menimbulkan gejala neurologik serius dalam 24-48 jam setelah cedera. Disebabkan oleh tekanan rada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foremen magnum kemudian menimbulkan tekanan oada batang otak. Mengakibatkan berhentinya pernafansan, hilangnya kontrol denyut nadi, dan tekanan darah.
Pengobatan dengan cara mengangkat hematoma, dekomprasi (mengangkat tempat-tampat pada tengkorak)
2. Hematoma subdural sub akut
Menimbulkan devisit neurologik serius dalam waktu lebih dari 48 jam tapi kurang dari 2 minggu setelah cidera. Menyebabkan pendarahan vena dalam subdural. Adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran. Pengobatan dengan cara mengangkat bekuan darah secepat mungkin.
3. Hematoma subdural kronik
timbul gejala tertunda gejala beberapa minggu, bulan bahkan tahun setelah cidera pertama. Trauma pertama merobek vena yang melawati subdural. Pendarahanya lambat dalam ruangan subdural (7-10 hari setelah pendarahan pertama, darah dikelilingi oleh membran frosa). Selisih tekanan osmotik menyebabkan kerusakan sel-sel darah.
Pengobartan dengan cara melakukan pemantauan yang cepat pada penderita dengan hematoma kecil dengan tanda neurologik. Bagi yang progresif dan gejala pelemahan dengan cara pembedahan untuk mengangkat pembekuan, karena darat terjadi herniasi unkus temporal dan kematian.

SINDROM-SINDROM MEDULA SPINALIS
Struktur anatomis medula spinalis menghasilkan pola kehilangan fungsional yang sangat khas sesudah terjadi cidera. Tergantung tempat cidera, jalur yang terkenapun berbeda-beda dan karenanya bermacam-macam fungsi akan terhenti.

Transeksi
Transeksi lengkap memisahkan traktus-traktus motorik desenden, sehingga terjadi paralisis totol dibawah lesi. Pada waktu yang sama traktus-traktus sensorik asenden juga terputus dan dibawah lesi terjadi kehilangan sensoris total. Bila yang rusak terjadi diatas bagian sakral, maka kontro volunter dari pengeluaran urin dan defekasi juga hilang. Jika kerusakan terjadi diatas pelebaran lumbal, kedua tungkai bawah akan lumpuh (paraplegia), sedangkan jika diatas pelebaran servikal, kedua tungakai atas juga lumpuh (tetraplegia).

Hemiseksi
Bila ada hemiseksi dari medula spinalis, hasilnya adalah sindrom Brown-squard. Misalnya hemiseksi kiri memotong traktus-trakrus piramidal latetral dan kortiko-spinal anterior da menghasilkan paralisis sebelahkiri. Pemotongan jalur-jalur vasomotor menghasilkan paralisis vasomotor ipsilateral, dan pemutusan funikulus posterior dan traktus selebeler lateral mengakibatkan gangguan nyata pada sensebilitas dalam (sadar akan posisi). Pada belahan lesi terdapat pula hiperestesia (sentuhan ringan terasa sakit). Ini akibat sensibilitas epikritik (funikulus posteror) dengan retensi sensibilitas protopatik (menyilang dan naik dalam funikulus anterolateral pada belahan berlawanan). Pada balahan kanan yang utuh, dari lesi kebawah terdapat hilang sensoris disosiasi, yakni hilang sensasi suhu dan sakit (raktus anterolateral terputus dan silang pada belahan yang rusak) dengan persepsi sentuhan yang hampir normal.


















































































KOMPONEN DAN FUNGSI


SISTEM SARAF
KOMPONEN DAN FUNGSINYA
SISTEM SARAF PUSAT 1. OTAK - berfungsi sebagai pusat mentafsir maklumat.
2. SARAF TUNJANG - menyambungkan otak dengan saraf periferi dan juga sebagai pusat kawalan tindakan refleks.
SISTEM SARAF PERIFERI 1. SARAF KRANIUM - menyambungkan otak dengan anggota di kepala seperti mata.
2. SARAF SPINA - menyambungkan bahagian lain dalam badan dengan saraf tunjang.



NEURON FUNGSINYA
DERIA Menerima ransangan, menjana impuls dan seterusnya menghantar impuls itu ke neuron perantaraan.
PERANTARAAN Menerima impuls dari neuron deria dan menghantarnya ke neuron motor
MOTOR Menerima impuls dari neuron perantaraan dan menghantar ke otot untuk gerak balas.





BAGIAN NEURON FUNGSI
BADAN SEL Bahagian yang menempatkan nukleus dan berfungsi sebagai pusat aktiviti sel
AKSON Membawa impuls keluar dari badan sel
DENDRON Membawa impuls masuk ke dalam badan sel
SALUT MEILIN Melindungi akson dan dendron
SINAPS Ruang khas diantara neuron-neuron yang membenarkan impuls mengalir dalam satu arah sahaja
RESEPTOR Struktur khas pada neuron deria ini menjana impuls apabila ia menerima ransangan
EFEKTOR Struktur khas pada neuron motor ini menerima impuls dari sistem saraf pusat dan melakukan gerak balas



















BAB III
PENUTUP

C. SIMPULAN

Sistem sraf manusia secara garis besar terdiri dari sel-sel neuron dan sel-sel neuroglia.Sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat(SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan. Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat.Sedangkan medula spinalis, Berfungsi sebagai pusat refleks dan jarak konduksi impuls dari atau kotak. Terdiri dari substania alba (serabut saraf bermeili) dengan bagian dalam terdiri dari substania grisea (jaringan saraf tak bermeili) substania alba berfungsi jaras konduksi impuls eferen dan aferen antara berbagai tingkat medula spinalis dan otak.
Sirkulasi serebral dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor interinsik dan eksterinsik. Lapiasan pelindung otak meliputi pelindung luar yang terdiri dari rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya. Tengkorak, terdiri dari Tubula External, Diploe, dan Tubula Internal.Pelindung yang terakhir adalah lapisan meninges yang terdiri dari lapisan durameter, tersusun atas jaringan kolagen yang padat.bagian luar dinamakan dura endosteal membentuk bagian dalam periosteum tengkorak membatasi kanalis vertebralis medulla spinal, bagian dalam dinamakan dura meningeal.Arakhnoid, terdiri dari 1 sampai 2 deretan sel, yang secara merata membaur dengan serat-serat kolagen. Pada sisi luar dan dalamnya terdapat selapis sel mesotelial. Diantara duramater dan arakhnoid mater terdapat sela yang disebut sel subdural, sehingga perdarahan dapat menyebar bebas, terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium.dan lapisan berikutnya adalah piameter, Terdiri dari lapisan kolagen yang tipis dan sejumlah sel pipih yang tersebar di segenap lapisan kolagen itu.permukaan otak yang melekuk ke dalam oleh karena arteri di ruang subaraknoid masuk dalam jaringan otak.

Kerusakan pada otak dapat disebabkan oleh benda asing yang masuk ke dalam jaringan otak itu sendiri, dan faktor interinsik lain yang mempengaruhi sehingga kerja otak menurun.Kerusakan pada medula spinalis meliputi kerusakan pada daerah lumbal. Selain hal tersebut di atas, bisa juga terjadi tumor otak yang menyebabkan gangguan fokal dan kenaikan tekanan interkranial dalam otak.
Tumor medula spinalis, merupakan tumor yang berkembang di bagian medula spinalis/tulang belakang. Tumor ini diklasifikasikan menjadi tumor ekstradural dan tumor intradural.Tumor intradural dibagi lagi menjadi tumor ekstramedular dan tumor intramedular.Semua itu merupakan penyakit/ kelainan yang dapat menyerang sistem saraf manusia.




















DAFTAR PUSTAKA

Pearce ,Evelyn C. 1, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Shidarta, Dewanto 2, Anatomi Susunan Saraf Pusat Manusia.
Kahle,W., Atlas dan teks Anatomi Manusia, Jakarta:EGC,1996.
Kapit, Wynn and Lawrence M. Elson, The Anatomy Coloring Book. London:Harper and Row .1977
Warrick, C.K., Anatomy and Phisiology for Radiographers. Newcastle: Edward Arnold.1975.

makalah TEKNIK PEMERIKSAAN OSSA ANTEBRACHI DENGAN KASUS FRAKTUR

TEKNIK PEMERIKSAAN OSSA ANTEBRACHI
DENGAN KASUS FRAKTUR
RS ORTHOPEDI PROF. DR.R.SOEHARSO
SURAKARTA

Laporan Review
Disusun untuk memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan I
di Instalasi Radiologi RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta



















Disusun oleh :
YUNA KUS INDRIANTO
NIM : 10.1.107

STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
D-III TEKNIK RONTGEN
TAHUN 2009-2010


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Teknik Pemeriksaan ”OS ANTEBRACHI” pada Praktek Kerja Lapangan I di ”RS ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA”. Sebagai kelengkapan kesempurnaan-nya PKL-1 di ”RS.ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA”.
Dalam menyusun laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terimah kasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Anityo Mochtar, Sp.PD.KKV.Sp.JK (K) selaku ketua STIKES Widya Husada Semarang.
2. Bapak H. Nur Utama, B.sc selaku ketua prodi D.III Teknik Rontgen Stikes Widya Husada Semarang.
3. Dosen wali penulis Ibu Yuli Astuti Amd.Rad yang selalu membimbing penulis dalam segala hal.
4. Dosen pembimbing penulis dalam praktek di orthopedi ibu Dian Martiningrum Amd. Rad
5. Dosen-dosen kami yang telah memberikan pembekalan sebelum kami melakukan PKL I.
6. Dr.Handry TH,Sp Rad kepala instalasi/radiologi RS ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA.
7. Bapak Wasripin Wakil Kepala instalasi Radiographer ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA.
8. Bapak Ahmad Rofiq selaku pembimbing (CI) penulis di RS ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA.
9. Seluruh Radiografer, staf, maupun karyawan Instalasi Radiologi RS ORTOPEDI PROF. SOEHARSO SURAKARTA
10. Teman-teman ATRO Stikes Widya Husada Semarang seangkatan.
11. Teman-teman PKL-1 dari ATRO Depkes Semarang dan ATRO Yayasan Citra Bangsa Yogyakarta.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
i
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,mengingat keterbatasan dan kekurangan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, 20 Desember 2009


Penulis































DAFTAR ISI


halaman

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 7
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan Penulisan 8
1.4 Manfaat penulisan 8
1.5 Metode Penulisan 8
1.6 Sistematika Penulisan 9
BAB II DASAR TEORI
2.1 Anatomi Ossa Antebrachi 10 2.2 Indikasi Pemeriksaan 12
2.2.1. Trauma
2.2.2. Patologis
2.2.3. Benda Asing ( Corpus alienum )
2.2.4. Cacat Bawaan ( Congenentel )
2.3 Prosedur Pemeriksaan Ossa Antebrachii 15
2.3.1 Persiapan Pasien 15 2.3.2 Persiapan Alat 15 2.3.4 Teknik Pemeriksaan Ossa Antebrachii 15 2.4 Proteksi Radiasi 17 2.4.1 Tujuan Proteksi Radiasi 17
2.4.2 Usaha Proteksi Radiasi 18
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian 19
3.1.1 Ilustrasi Kasus 19
3.1.2 Riwayat Penyakit 19
3.1.3 Prosedur Pemeriksaan 19
3.1.4 Processing Film 21
3.1.5 Hasil Pembacaan Dokter 21
3.2 Pembahasan 21
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 23
4.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 25





DAFTAR GAMBAR


halaman

Gambar 1. Radius 11
Gambar 2. Ulna 12
Gambar 3. Posisi Ossa Antebrachii AP dan Hasil Radiograf 16
Gambar 4. Posisi Ossa Antebrachii Lateral Dan Hasil Radiograf 17
Gambar 5. Radiograf Ossa Antebrachii Lateral dan AP 21







































BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Radiodiagnostik merupakan salah satu cabang dari radiologi yang bertujuan untuk membantu pemeriksaan dalam bidang kesehatan, yaitu untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit melalui pembuatan gambar yang disebut dengan radiograf. Pemeriksaan dengan memanfaatkan sinar-X mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak pertama kali ditemukan pada tanggal 8 Nopember 1895 oleh Wilhelm Conrad Rontgen. Penemuan ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena dengan hasil penemuan ini dapat digunakan untuk pemeriksaan bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah tercapai.
Seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sekarang ini dunia radiologi sudah mengalami banyak perkembangan. Adapun pemeriksaan radiologi ada dua macam yaitu :
a. Pemeriksaan sederhana
Merupakan pemeriksaan radiologi tanpa menggunakan media kontras. Yang termasuk pemeriksaan sederhana antara lain, pemeriksaan pada tulang belakang, tulang kepala, tulang panjang, tulang dada dan sebagainya.
b. Pemeriksaan canggih
Merupakan pemeriksaan secara radiologi yang menggunakan media kontras. Yang termasuk pemeriksaan canggih antara lain, pemeriksaan pada traktus urinarius, saluran pencernaan, pemeriksaan pada pembuluh darah, pemeriksaan pada pembuluh limfe dan sebagainya.
Pemeriksaan ossa antebrachi adalah salah satu pemeriksaan radiologi tanpa menggunakan media kontras. Indikasi pada ossa antebrachi yang sering terjadi adalah fraktur. Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang ( patah tulang ) yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Proyeksi yang digunakan dalam permeriksaan ossa antebrachi di RS.ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA adalah proyeksi AP dan Lateral. Pada laporan kasus ini, penulis ingin mengetahui manfaat pemeriksaan ossa antebrachi dengan proyrksi AP dan Lateral di Instalasi Radiologi RSPROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA untuk mendukung diagnosa suatu penyakit atau fraktur.
Dengan alasan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam bentuk tulisan dengan judul ” Prosedur Pemeriksaan Ossa Antebrachii Pada Kasus Fraktur di Instalasi Radiologi RS.ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA”.


1.2. Rumusan Masalah

Pada penulisan laporan kasus ini, penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas antara lain:
1. Bagaimana prosedur pemeriksaan ossa antebrachi di Instalasi Radiologi RS.ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA ?
2. Bagaimanakah manfaat pemeriksaan ossa antebrachii dengan proyeksi AP dan Lateral di Instalasi Radiologi RS.ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA untuk mendukung diagnosa suatu penyakit atau Fraktur ?
3. Bagaimana usaha proeksi radiasi di Instalasi Radiologi RS.ORTHOPEDI PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Kerja Lapangan I Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Stikes Widya Husada Semarang.
2. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan ossa antebrachii di Instalasi Radiologi RS.ORTHOPEDI.PROF.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA.
3. Untuk mengetahui sejauh mana pemeriksaan ossa antebrachii dengan proyeksi AP dan Lateral di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran dalam membantu diagnosa suatu penyakit atau fraktur.
4. Untuk mengetahui usaha proteksi radiasi di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran.

1.4. Manfaat Penulisan

1. Manfaat teori
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta memberikan informasi kepada pembaca mengenai pemeriksaan ossa antebrachii dengan proyeksi AP dan Lateral.
2. Manfaat praktek
a. Sebagai bahan masukan bagi Instalasi Radiologi RSUD Ungaran, dalam meningkatkan mutu dan kualitas dan kualitas radiograf secara optimal sehingga dapat menegakkan diagnosa dengan tepat.
b. Mengetahui tata laksana pemeriksaan Ossa antebrachii dengan kasus fraktur di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran.

1.5. Metode Penulisan

Penulisan laporan kasus ini menggunakan metode yang berhubungan dengan prosedur pemeriksaan ossa antebrachii. Sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Observasi
Melihat dan melakukan secara langsung pemeriksaan ossa antebrachii pada kasus fraktur di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran.
2. Studi Pustaka
Untuk mendukung permasalahan yang ada pada kasus ini, studi pustaka merupakan dasar teori dalam melakukan pengamatan di lapangan sebagai acuan laporan.



1.6. Sistematka Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam mempelajari isi, maka laporan kasus ini disusun sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II DASAR TEORI
Berisi tentang Anatomi Ossa Antebrachii, Indikasi pemeriksaan Ossa Antebrachii, Prosedur Pemeriksaan Ossa Antebrachii, Proteksi Radiasi.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan.
BAB IV PENUTUP
Berisi tentang Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN




























BAB II
DASAR TEORI


2.1. Anatomi Ossa Antebrachii

Antebrachi terdiri dari dua tulang panjang yaitu radius dan ulna, namun kita harus memperhatikan syarat pada setiap pemerksaan tulang panjang, selain objek inti yang kita foto, kedua persendian tulang harus tampak. Jadi pada pemeriksaan antebrachii kita juga perlu mengetahui tulang carpal yaitu sendi bawah pada pergelangan tangan dan juga sendi siku yaitu 1/3 distal humerus.

a. Radius
Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah. Merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek dari pada ulna.

• Ujung atas radius
Radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius bersendi dengan takik radial dari ulna. Di bawah kepala terletak leher, dan di bawah serta di sebelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan pada tendondari insersi otot bisep.
• Batang radius
Di sebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar daripada di bawah dan melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya melengkung ke sebelah luar dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor pronator yang letaknya dalam di sebelah posterior memberi kaitan pada extensor dan supinator di sebelah dalam lengan bawah dan tangan ligamentum interosa berjalan dari radus ke ulna dan memisahkan otot belakang dari yang depan lengan bawah.
• Ujung bawah radius
Agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi dua buah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah radius bersendi dengan skafoid (os navikular radii ) dan tulang semilunar ( linatum ) dalam formasi persendian pergelangan tangan. Permukaan di sebelah medial dari ujung bawah bersendi dengan kepala dari ulna dalam formasi persendian radio-ulnar inferor. Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang ke bawah menjadi prosesus stiloid radius.



Gambar 1
Radius ( Evelyn, 2002 )


b. Ulna
Ulna atau tulang hasta adalah sebuah tulang pipa yang mempunyai sebuah batang dan dua ujung. Tulang itu adalah tulang sebelah medial dan lengan bawah dan lebih panjang dari radius atau tulang pengumpil. Kepala ulna ada di sebelah ujung bawah.

• Ujung atas ulna
Kuat dan tebal, dan masuk dalam formasi sendi siku. Prosesus olekranon menonjol ke atas di sebelah belakang dan tepat masuk di dalam fossa olekranon dari humerus. Prosesus koronoideus dari ulna menonjol di depannya, lebih kecil dari pada prosesus olekranon dan tepat masuk di dalam fossa koronoid dari humerus bila siku dibengkokan.
• Batang ulna
Makin mendekati ujung bawah makin mengecil. Memberi kaitan kepada otot yang mengendalikan gerakan dari pergelangan tangan dan jar. Otot-otot flexor dating dari permukaan anterior dan otot-otot extensor dari permukaan posterior. Otot yang mengadakan pronasi atau perputaran ke depan, dan otot yang mengadan supinasi atau putaran ke belakang dari lengan bawah juga dikaitkan kepada batang ulna.
• Ujung bawah ulna
Dua eminensi atau peninggian timbul di atasnya. Sebuah eminensi kecil bundar, kepala ulna, mengadakan sendi dengan sisi medial dari ujung bawah radius dalam formasi persendian radio-ulnaris inferior. Sebuah prosesus runcing, prosesus stiloideus menonjol ke bawah dari belakang ujung bawah.


Gambar 2
Ulna ( Evelyn, 2002 )


c. Karpal
Tulang carpal terdiri atas delapan tulang tersusun dalam dua baris, empat tulang dalam setiap baris. Baris atas tersusun dari luar ke dalam adalah berikut, navikular ( skafoid ), lunatum ( semilunar ), trikwertum dan psiform. Baris bawah adalah trapezium ( multangulum mayus ), trapezoid ( multangulum minus ), kapitatum, hamatum.
Navikulare (skafoid ) adalah tulangberbentuk perahu, lunatum ( semilunare ) adalah berbentuk seperti bulan sabit dan dua tulang itu bersendi di atas dengan ujung bawah radius dalam formasi pergelangan, dan di bawah bersendi dengan beberapa dari tulang karpal dari baris kedua.

d. 1/3 distal humerus
Ujung bawah humerus lebar dan agak pipih. Pada bagian paling bawah terdapat permukaan sendi yang di bentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terletak di sini sebelah dalam berbentuk gelondong-benang tempat persendian dengan ulna, dan di sebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan radius.
Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat dua epikondil, yaitu epikondil medial di sebelah dalam.

2.2. Indikasi Pemeriksaan

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan gambaran anatomis untuk mendukung diagnosa kelainan pada tulang. Untuk itu pemeriksaan ossa antebrachii ditujukan untuk indikasi patologis sebagai berikut :

2.2.1. Trauma ( kecelakaan )

Trauma adalah terjadi benturan dengan benda tajam yang mengakibatkan cidera. Yang termasuk trauma adalah :

1. Fraktur
Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Jenis-jenis fraktur yang perlu diketahui secara radiologis adalah :
a. Complete Noncominuted Fracture
Secara radiologis akan terlihat sebagai garis Radioluscent di tempat fraktur dimana terjadi diskontinuitas tulang.
Keadaan ini disertai bermacam-macam bentuk antara lain :
1. Fraktur transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.
2. Fraktur oblik
Adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
3. Fraktur spiral
Timbul akibat torsi pada ekstremitas. Yang menarik adalah bahwa jenis fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak, dan fraktur semacam ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
4. Fraktur multipel
Keadaan ini dinamakan suatu multipel apabila terdapat lebih dari satu fraktur complete pada satu tulang panjang.
5. Fraktur avulsi
Fraktur avulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon maupun ligamen. Biasanya tidak ada pengobatan spesifik yang diperlukan. Namun, bila diduga akan terjadi ketidakstabilan sendi atau hal-hal lain yang menyebabkan kecacatan, maka perlu dilakukan pembedahan untuk membuang atau meletakkan kembali fragmen tulang tersebut.
6. Chip fracture
Fraktur ini sejenis dengan avultion fracture, tetapi hanya sedikit fragmen dari sudut tulang yang terlepas, sering terjadi pada tulang-tulang pendek pada phalanges.
b. Incomplete fracture
Dinamakan suatu fraktur inkomplet bila tidak semua struktur tulang terputus. Ini hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan radiologis.
Ada beberapa golongan fraktur inkomplet :
1. Green stick fracture
Adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak. Korteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum. Fraktur-fraktur ini akan segera sembuh dan segera mengalami re-modelling ke bentuk dan fungsi normal.
2. Impacted fracture
Pada fraktur ini bagian fraktur dari tulang masuk ke bagian fragmen lainnya. Garis fraktur terlihat sebagai garis dens dan disertai terjadinya pemendekan tulang.
c. Fraktur kompresi
Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya. Fraktur pada korpus vertebra ini dapat didiagnosis dengan radiogram. Pada orang muda fractur kompresi dapat disertai perdarahan retroperitoneal yang cukup berat.
d. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya. Tulang seringkali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor baik primer atau tumor metastasis.
e. Fraktur traumatis
Pada keadaan ini struktur tulang adalah normal akibat suatu benturan menyebabkan suatu fraktur.
f. Fraktur beban lainnya
Fraktur beban terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka. Pada saat gejala timbul, radiogram mungkin tidak menunjukkan adanya fraktur. Tetapi, biasanya setelah 2 minggu, timbul garis-garis radio-opak linear tegak lurus terhadap sumbuh panjang tulang. Fraktur semacam ini akan sembuh dengan baik jika tulang itu diimobilisasi selama beberapa minggu. Tetapi jika tidak terdiagnosis, tulang-tulang itu dapat bergeser dari tempat asalnya dan tidak menyembuh dengan seharusnya. Penderita semacam ini harus dianjurkan untuk memakai alat proteksi seperti tongkat, atau bidai gips yang tepat. Setelah 2 minggu, harus dilakukan pemeriksaan radiografi.

2. Fisura
Fisura adalah retak tulang.

3. Dislokasi
Dislokasi adalah tulang keluar dari mangkok sendi.

4. Luksasi
Luksasi lebih ringan dari dislokasi.

5. Ruptur
Ruptur adalah sobeknya jaringan ikat.

2.2.2 Pathologis

1. Artheritis
Artheritis adalah suatu radang pada persendian.
2. Osteoma
Osteoma adalah suatu kanker pasa tulang.

2.2.3. Benda asing ( corpus alienum )

Benda asing yatu benda yang tidak seharusnya ada dalam sistem fisiologi, masukny tidak disengaja atau menyalahi prinsif fisiologi, dan mengganggu sirkulasi tubuh atau sistem fisiologi tubuh.
Benda asing pada gambaran radiograf bisa berwarna lusen atau opaq. Berwarna lusen bila berasal dari benda non logam, nomor atomnya lebih rendah seperti kayu, duri, plastik, dan lain-lain. Berwarna opaq bila berasal dari logam, nomor aomnya lebih tinggi dari jaringan sekitar seperti paku, jarum, peluru, dan lain-lain.

2.2.4. Cacat bawaan ( Congenental )

Cacat bawaan adalah Suatu keadaan yang tidak lajim yang dibawa sejak lahir.

2.3. Prosedur Pemeriksaan Ossa Antebrachii

Pemeriksaan ossa antebrachii adalah pemeriksaan secara radiologi dengan menggunakan sinar-X untuk mendiagnosa adanya kelainan pada ossa antebrachii.

2.3.1. Persiapan Pasien

Pemeriksaan ossa antebrachii tidak ada persiapan secara khusus cukup dengan memberikan pengertian kepada pasien tentang pelaksanaan yang akan dilakukan, sehingga pasien tahu tindakan apa yang akan dilakukan selama pemeriksaan. Selain itu membebaskan objek yang akan difoto dari benda-benda yang mengganggu radiograf, seperti gelang.

2.3.2. Persiapan Alat

Adapun persiapan alat pada pemeriksaan ini adalah :
1. Pesawat sinar-X
2. Kaset dan Film sesuai ukuran,biasanya memakai ukuran 24 x 30
3. Marker R / L
5. Alat proteksi radiasi ( apron, gonad shield, ovarium shield, dan lain-lain )
6. Pakaian pasien
7. Alat fiksasi ( sand bag, soft bag )
8. Alat processing
9. ID Camera.

2.3.3. Teknik Pemeriksaan Ossa Antebrachii

1. Proyeksi Antero Posterior ( AP )
Indikasi pemeriksaan :
Fraktur, dislokasi pada tulang radius dan ulna. selain itu osteomyelitis dan arthritis.
Posisi Pasien :
Posisi pasien duduk menghadap meja pemeriksaan, dengan tangan di atas meja pemeriksaan Full ektensi.
Posisi obyek :
- Kedua lengan lurus di atas kaset.
- Atur ossa antebrachii true AP dengan cara mengukur ketinggian yang sama kedua epicondilus dengan permukaan kaset.
- Gunakan alat Fiksasi pada ujung jari tangan.
- Gunakan selalu apron pada pasien.
Arah sinar :
Central Ray ( CR ) : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Focus Film Distance ( FFD ) : 100 cm
Central Point ( CP ) : Pada mid antebrachii
Kriteria Radiograf :
- Tampak os radius dan ulna dalam posisi tidak superposisi.
- Tampak batas bawah adalah gambaran wrist joint dan batas atas elbow joint.
- Caput radius, ulna dan collum radius dan ulna saling overlaping.
Epicondilus medial dan lateral os humerus tidak mengalami elongasi dan foreshotened.



Gambar 3
Posisi ossa antebrachii AP dan hasil Radiograf ( Bontrager, 2001 )


2. Proyeksi Lateral
Indikasi pemeriksaan :
Fraktur, dislokasi pada tulang radius dan ulna. selain itu osteomyelitis dan arthritis.
Posisi pasien :
Posisi duduk menyamping meja pemeriksaan.
Posisi obyek :
- Atur lengan bawah fleksi 90o dengan lengan atas dengan tepi ulnaris menempel kaset.
- Gunakan alat Fiksasi pada ujung jari tangan.
- Gunakan selalu apron pada pasien.
Arah sinar :
Central Ray ( CR ) : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Focus Film Distance ( FFD ) : 100 cm
Central Point ( CP ) : Pada mid antebrachii
Kriteria Radiograf :
- Radus dan ulna tampak superposisi pada bagian distal dengan batas atas elbow joint dan batas bawah wrist joint masuk dalam film.
- Caput radus dan prosesus coronoid overlap.
- Epicondilus humerus superposisi.
- Elbow kelihatan fleksi.
- Softissue dan trabecula tampak dalam gambaran radiograf.




Gambar 4
Posisi ossa antebrachii Lateral dan hasil Radiograf ( Bontrager, 2001 )


2.4. Proteksi Radiasi

Sebagai sarana bantu diagnostik, sinar-X mempunyai daya tembus yang besar sehingga dapat menimbulkan efek pada jaringan yang terkena radiasi. Oleh sebab itu harus ada suatu usaha proteksi terhadap bahaya radiasi ini, untuk mempertahankan keutuhan dan fungsi jaringan lokal ( setempat ) atau seluruh tubuh.
Usaha proteksi radiasi tersebut sudah diatur ketentuannya, seperti peraturan-peraturan maupun pedoman kerja yang telah ditetapkan oleh Komisi Internasional Proteksi Radiasi dan Badan Tenaga Atom Nasional.


2.4.1. Tujuan Proteksi Radiasi

Sesuai dengan rekomendasi I.C.R.P atau N.C.R.P ( National Council of Radiation ), maka dapat disimpulkan bahwa tujuan proteksi radiasi adalah sebagai berikut :
1. Membatasi dosis radiasi yang diterima oleh pasien hingga sekecil mungkin sesuai dengan ketentuan klinik.
2. Membatasi dosis radiasi yang diterima oleh petugas radiasi hingga sekecil mungkin dan tidak boleh melewati batas yang telah ditentukan.
3. Membatasi dosis yang diterima oleh masyarakat umum agar berda pada batas-batas normal.
4. Pengawasan, penyimpanan dan penggunaan sumber-sumber radiasi harus mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah, begitu pula dengan transportasi zat radioaktif.

2.4.2. Usaha Proteksi Radiasi

a. Proteksi radiasi terhadap pasien,diataranya :
1. Pemeriksaan dengan sinar-X hanya dilakukan atas permintaan dokter.
2. Membatasi luas lapangan penyinaran seluas daerah yang diperiksa.
3. Menggunakan faktor eksposi yang tepat, serta memposisikan pasien dengan tepat sehingga tidak terjadi pengulangan foto.
4. Menggunakan apron dan gonad shield pada waktu pemeriksaan.
b. Proteksi radiasi terhadap petugas, diantaranya :
1. Petugas selalu menjaga jarak dengan sumber radiasi saat bertugas.
2. Selalu berlindung dibalik tabir proteksi sewaktu melakukan eksposi.
3. Jika tidak diperlukan, petugas sebaiknya tidak berada di area penyinaran.
4. Jangan mengarahkan tabung ke arah petugas.
5. Petugas menggunakan alat ukur radiasi personal (film badge) sewaktu bertugas yang setiap bulan dikirimkan ke BPFK (Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan) guna memonitor dosis radiasi yang diterima oleh petugas.
c. Proteksi radiasi terhadap masyarakat umum, diantaranya :
1. Sewaktu pemeriksaan berlangsung, selain pasien jangan ada yang berada di daerah radiasi ( kamar pemeriksaan ).
2. Ketika penyinaran berlangsung pintu kamar pemeriksaan selalu ditutup.
4. Tabung sinar-X diarahkan ke daerah aman ( jangan mengarah ke ruang tunggu ).
5 Perawat atau keluarga yang terpaksa beradadi dalam kamar pemeriksaan sewaktu penyinaran wajib menggunakan apron.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian tentang teknik pemeriksaan radiografi ossa antebrachii pada kasus fraktur di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran, berupa laporan kasus yang meliputi pelaksanaan pemeriksaan atau prosedur pemeriksaan yang akan diuraikan di bawah ini. Adapun laporan kasus tersebut adalah :

3.1.1. Ilustrasi Kasus

Pada tanggal 19 Nopember 2006 pasien dari IGD datang ke Instalasi Radiologi RSUD Ungaran dengan identitas sebagai berikut :
Nama : An. ID
Umur : 14 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Cokroaminoto 1A Ungaran
Nomor Foto : 5511
Diagnosa : Fraktur
Pemeriksaan Foto : X Foto Antebrachii Sinistra AP dan Lateral
Kiriman Foto : IGD
Dokter Pengirim : dr. Niken

3.1.2. Riwayat Penyakit

Pada saat itu pasien jatuh dan mengalami nyeri gerak di sekitar lengan bawah. Pada tanggal 19 November 2006 pasien di bawa ke IGD RSUD Ungaran kemudian pasien di kirim ke Instalasi Radiologi RSUD Ungaran Untuk dirontgen dengan permintaan X Foto antebrachii sinistra AP da Lateral.

3.1.3. Prosedur Pemeriksaan

Sebelum dilakukan pemeriksaan, perlu dipersiapkan hal-hal sebagai berikut :
A. Persiapan Pasien :
Membebaskan objek yang akan difoto dari benda-benda yang mengganggu radiograf, seperti gelang.
B. Persiapan Alat
1. Pesawat sinar-X
Merk : Trophy Rajawali Indonesia
Type : OMNIX N 200 ST
Nomor Seri Tabung : 21184
Type Tabung : D 17-20 / 40-125
kV Maximum : 110 kV
mA Maximum : 200 mA
Tahun Pembuatan : 1995
Tahun Pemasangan : 1999
2. Kaset dan Film ukuran 24 x 30
3. Marker L
4. Plester
5. Processing Otomatic
6. ID Camera
C. Teknik Pemeriksaan
1. Proyeksi Antero Posterior ( AP )
Indikasi pemeriksaan :
Fraktur
Posisi Pasien :
Posisi pasien duduk menghadap meja pemeriksaan, dengan tangan di atas meja pemeriksaan Full ektensi.
Posisi obyek :
- Kedua lengan lurus di atas kaset.
- Atur ossa antebrachii true AP dengan cara mengukur ketinggian yang sama kedua epicondilus dengan permukaan kaset.
- Gunakan alat Fiksasi pada ujung jari tangan.
- Gunakan selalu apron pada pasien.
Arah sinar :
Central Ray ( CR ) : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Focus Film Distance ( FFD ) : 100 cm
Central Point ( CP ) : Pada mid antebrachii
Faktor Eksposi
kV : 46 kV
mAs : 6
s : 0,06
mA : 100

2. Proyeksi Lateral
Indikasi pemeriksaan :
Fraktur
Posisi pasien :
Posisi duduk menyamping meja pemeriksaan.
Posisi obyek :
- Atur lengan bawah fleksi 90o dengan lengan atas dengan tepi ulnaris menempel kaset.
- Gunakan alat Fiksasi pada ujung jari tangan.
- Gunakan selalu apron pada pasien.
Arah sinar :
Central Ray ( CR ) : Vertikal tegak lurus terhadap kaset
Focus Film Distance ( FFD ) : 100 cm
Central Point ( CP ) : Pada mid antebrachii
Faktor Eksposi
kV : 46 kV
mAs : 6
s : 0,06
mA : 100
Selanjutnya film diberi identitas dan diproses di kamar gelap dengan menggunakan processing automatic. Adapun radiograf hasil pemeriksaan dapat dilihat dibawah ini :



Gambar 5
( Radiograf ossa antebrachii Lateral dan AP )

3.1.4. Processing Film

Pengolahan Film dilakukan di kamar gelap yang terdiri dari :
1. Daerah kerja kering
Daerah kerja kering disediakan untuk mengisi dan mengeluarkan film dari kaset, memberi identitas pada film serta memasang film pada jepitan ( hanger ) film.
2. Daerah Kerja basah disediakan untuk pengolahan film yang sudah terekspos. Proses pencucian film di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran menggunakan Processing Otomatic.

3.1.5. Hasil Pembacaan Dokter

Pemeriksaan ossa antebrachii sinistra :
- Struktur trabekula tulang normal.
- Tak tampak lesi titik / sklerotik di tulang.
- Tampak gambaran fissura / fraktur peristeal di os radius sinistra ( 1/3 distal).
- Tak tampak dislokasi / luxasi sendi.
KESAN : Fraktur pada 1/3 distal os radius sinistra.


3.2. Pembahasan

3.2.1. Prosedur Pemeriksaan Ossa Antebrachii pada Kasus Fraktur di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran.

Pemeriksaan ossa antebrachii tidak ada persiapan secara khusus cukup dengan memberikan pengertian kepada pasien tentang pelaksanaan yang akan dilakukan, sehingga pasien tahu tindakan apa yang akan dilakukan selama pemeriksaan. Selain itu membebaskan objek yang akan difoto dari benda-benda yang mengganggu radiograf, seperti gelang. Pada pemeriksaan ossa antebrachii di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran menggunakan proyeksi AP dan Lateral

3.2.2. Bagaimanakah manfaat pemeriksaan ossa antebrachii dengan proyeksi AP dan Lateral di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran untuk mendukukng diagnosa suatu penyakit atau Fraktur ?

Pemeriksaan ossa antebrachii di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran di lakukan dengan proyeksi AP dan Lateral. Proyeksi ini sangat membantu dokter dalam mendiagnosa suatu penyakit. Pada proyeksi PA ossa antebrachii akan terlihat secara keseluruah dari arah depan, sedangkan dengan proyeksi lateral ossa antebrachii akan terlihat secara keseluruhan dari samping. Proyeksi lateral dimaksudkan untuk membantu mendiagnosa suatu penyakit yang tidak terlihat pada posisi AP agar diagnosa tepat.

3.2.3. Proeksi radiasi di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran

Tiga prinsip proteksi radiasi :
1. Prinsip jarak
Dalam setiap pemotretan dengan menggunakan sinar-X seorang petugas radiasi harus senantiasa berada pada jarang yang jauh dengan sumber radiasi ( jarak yang aman ).
2. Prinsip waktu
Pada pemotretan, petugas radiasi seminimal mungkin berada di medan radiasi.
3. Prinsip perisai
Pada saat pemotretan dengan sinar-X, petugas radiasi harus senantiasa menggunakan perisai radiasi atau pelindung radiasi.
Dengan melihat penjelasan di atas proteksi radiasi di RSUD Ungaran kurang begitu diperhatikan, padahal sinar-X yang di gunakan sangat berbahaya bagi tubuh dan juga lingkungan . Diantaranya yang kurang diperhatikan adalah pada prinsp perisai.






BAB IV
PENUTUP


4.1. Kesimpulan

Dari pembahasan sebelumnya penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Teknik pemeriksaan ossa antebrachii adalah pemeriksaan secara radiologi dengan menggunakan sinar-X untuk mendiagnosa adanya kelainan ossa antebrachii.
2. Proyeksi yang digunakan di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran sudah sesuai dengan teori yaitu menggunakan proyeksi AP dan Lateral yang sangat membantu seorang dokter radiolog dalam mendiagnosa suatu penyakit.
3. Proteksi radiasi yang di terapkan di Instalasi Radiologi RSUD Ungaran masih kurang, yaitu diantaranya :
 Tidak di gunakanya apron
 Ukuran lapangan penyinaran tidak di minimalkan
4. Pengolahan film sudah menggunakan processing otomatic.

4.2. Saran

1. Perlunya penjelasan tentang persiapan pemeriksaan pada pasien agar penderita paham maksud dan tujuan dari pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Sebaiknya Instalasi Radiologi RSUD Ungaran memperhatikan proteksi radiasi agar mengurangi radiasi yang diterima pasien petugas dan masyarakat umum.







DAFTAR PUSTAKA


Badan Tenaga Atom Nasional. Pedoman Proteksi Radiasi di Rumah Sakit dan Tempat Praktek Lainnya. Jakarta: BATAN. 1985.

Bloch, Bernard. Fraktur dan Dislokasi. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica, 1986.

Bontrager, Kennith L. Text Books of Radiographic Positioning and Anatomi. United State of America: The Mosby Company. 2001.

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2002.

Syaifuddin. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. 1987.

Sylvia, A.P. Patofisiologi. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. 1995.

Jumat, 26 November 2010

radiografi: radiologi

radiografi: radiologi

teknik radiografi

TEKNIK RADIOGRAFI PADA KLINIS OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (NGOROK)

Lufti Hajri, Arif Jauhari

Abstract
Obstructive Sleep Apnea or Ngorok is most common popular complaint about in Indonesia. It is an avoided situation for every ones. No method yet to give imaging diagnosis for this complaint. An experiment method used to help and solve this problem. By modification of sinus paranasalis projection i.e. two projection of Lateral Close Mouth and Lateral Open Mouth with pronunciation the letter “B “ found and visualized the anatomy pathology. The adjustment is with the central point of 2, 5 cm inferior sella tursica and central ray vertically with radiographic film.

Key words: Os Palate, Obstructive Sleep Apnea.


1. Latar Belakang.
Mendengkur merupakan suatu penyakit yang berdampak buruk baik bagi penderita maupun orang disekitarnya. Menurut data yang layak dipercaya, mendengkur diderita oleh satu dari lima orang dewasa. Penyebab mendengkur, kata Prof. Hendarto Hendarmin, dokter ahli THT di Jakarta, bermacam-macam. Bisa karena kelainan anatomi hidung (septum deviasi), adanya sumbatan oleh polip, atau alergi yang membuat selaput lendir membengkak sehingga penderita harus bernapas lewat mulut. Mendengkur bisa juga dialami anak-anak, biasanya akibat pembesaran amandel dan adenoid yang ada di belakang hidung.[i]
Menurut Dr dr Suprihati MSc SpTHT yang menjadi Ketua Bagian THT FK Undip, berdasar penelitian di AS jumlah pria pendengkur lebih banyak yakni 40 persen dibanding wanita (28 persen). Tapi dalam perkembangannya, setelah dilakukan penelitian untuk kelompok umur 30 tahun ternyata wanita yang mendengkur lebih banyak yakni 60,28 persen sedangkan pria hanya 44 persen.[ii]
Dengan membaca literatur yang ada tentang penanganan pasien penderita Obstructive Sleep Apnea, belum ditemukan suatu tindakan radiografi untuk klinis ini.[iii] Padahal tindakan radiografi ini dijadikan awal penanganan kasus untuk melihat seberapa parah pembesaran palatum yang menyebabkan tersumbatnya jalan napas penderita. Dan juga sebagai penentu untuk tindakan selanjutnya.

2. Sleep Apnea
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Palatum merupakan langit-langit mulut yang merupakan sekat yang memisahkan rongga hidung dengan rongga mulut, terdiri atas bagian tulang yang keras di sebelah anterior dan bagian daging yang lunak di sebelah posterior.[iv] Palatum Durum merupakan bagian anterior palatum, ditandai dengan kerangka tulang yang dilapisi oleh selaput lendir rongga hidung dibagian superior, dan pada permukaan oralnya oleh mukoperiosteum. Terdapat juga celah yang disebut Palatum Fissum. Palatum Molle bagian berdaging atap mulut, membentang dari tepi posterior palatum durum. Dari batas inferiornya yang bbas merupakan tonjolan uvula dengan panjang yang beragam. Yang disebut juga velum palatinum.
Palatum Osseum yaitu bagian tulang pada dua pertiga anterror langit-langit mulut, dibentuk oleh processus palatinus maxillae dan lempeng horizontal os palatinus. Disebut juga bony hard palate.


2.2. Patologi
Sleep Apnoe (Ngorok) merupakam gangguan pernapasan sewaktu tidur yang dapat menyebabkan Obstruksi Jalan Napas (Obstructive Sleep Apnoe/OSA). OSA adalah jenis Apnea waktu tidur yang paling umum OSA muncul ketika saluran pernafasan bagian atas mengalami sumbatan, meskipun upaya untuk bernafas terus berlanjut.Dimana pernapasan terhenti sementara (10 detik-2 menit), kemudian bernafas lagi dan inilah yang disebut Sleep Apnoe (Ngorok).[v] Sumbatan yang mengganggu jalan napas itu disebabkan oleh pembesaran lidah, palatum lunak ataupun dinding faring lateral. Selain itu bisa juga disebabkan abnormalitas tulang.

3. Metode
Untuk mendapatkan hasil gambaran yang dapat memperlihatkan kelainan pada pasien klinis sleep apnea diperlukan alat dan bahan serta tahapan sebagai berikut:
a. Alat dan Bahan
- Pesawat sinar-X
- Kaset ukuran 18 cm x 24 cm sebanyak 2 buah
- Film ukuran 18 cm x 24 cm sebanyak 2 buah
- Konus Diafragma
- Alat Processing Film
- Light Cash untuk evaluasi radiograf
b. Teknik Radiografi
Teknik Radiografi Os Palatum untuk diagnosis sleep apnea dilaksanakan dengan dua proyeksi, yaitu:
o Proyeksi Lateral Close Mouth
Pada proyeksi ini pasien diatur duduk menghadap bucky stand dan sedikit oblique sehingga kepala pasien true lateral. Atur Mid Sagital Plane (MSP) kepala pasien sejajar dengan film dan Interpupillary Line tegak lurus kaset. Pusatkan berkas sinar–X tegak lurus pada titik 2 cm inferior sella tursica. Jarak penyinaran yang digunakan sebesar 90 cm. Kemudian atur faktor eksposi 80 kV dan 12 mAs. Berkut ini adalah posisi pasien proyksi latelral close mouth.
o Proyeksi Lateral Open Mouth disertai mengucapkan huruf “B“


Untuk proyeksi ini pasien diminta mengucapkan huruf “B“. Pasien diatur duduk menghadap bucky stand dan sedikit oblique sehingga kepala pasien true lateral. Atur Mid Sagital Plane (MSP) kepala pasien sejajar dengan film dan Interpupillary Line tegak lurus kaset. Pusatkan berkas sinar-x tegak lurus 2 cm inferior sella tursica. Jarak penyinaran yang digunakan sebesar 90 cm. Kemudian atur faktor eksposi 80 kV dan 12 mAs. Tetapi sebelum disinar, instruksikan pasien agar mengucap huruf “B“.

4. Hasil dan Pembahasan
Dari dua proyeksi yang telah dilakukan maka didapatkan gambaran anatomi palatum. Selain itu juga telihat anatomi Cavitas Nasi, Palatum durum, palatum molle, Lingua dan Uvula. Agar gambaran anatomi tersebut dapat terlihat jelas maka gambaran yang dihasilkan juga harus optimal. Berikut ini adalah hasil gambaran yang dihasilkan dari dua proyeksi yang telah dilakukan.

Alasan penggunaan proyeksi Lateral Close Mouth dan Lateral Open Mouth disertai Mengucap “ B “, dikarenakan kedua proyeksi ini sudah cukup memberikan informasi diagnostik yang diperlukan, sehingga dokter spesialis THT sudah dapat menilai kelainan yang dialami penderita, Adapun proyeksi Lateral Close Mouth adalah untuk melihat anatomi dari Os Palatum secara umum. Sedangkan proyeksi Lateral Open Mouth disertai Mengucap Huruf “ B “ adalah untuk, melihat Palatum Mole yang bergerak naik sehingga mempersempit jalan napas. Dengan demikian kelainan nanatomi dari palatum pasien dapat didiagnosis.

5. Diskusi
Dari uraian di atas maka ditarik kesimpulan bahwa Mendengkur disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Dan sangat berhubungan dengan anatomi palatum pasien. Sehingga sebagai penunjang untuk mendiagnosa kelainan ini maka dilaksanakan pemeriksaan Radiografi Os Palatum. Dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan dari anatomi palatum mole pasien dan menentukan seberapa parah kelainan ini mengganggu saluran napas pasien. Bagi orang yang sering tidur mendengkur di sarankan untuk melakukan pemeriksaan radiografi ini.

proyeksi radiograf pada ibu hamil

Teknik Radiografi Fetografi

PENGERTIAN
Fetografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada ibu hamil dengan menggunakan sinar-x dan untuk melihat kondisi janin. Namun sekarang lebih sering digunakan USG. Pemeriksaan ini hanya dilakukan setelah trimester ke 3 dan dilakukan pada indikasi tertentu dan keadaan tertentu. Pemeriksaan ini sering dikenal Foto Polos Abdomen (FPA) Gravid Reproduction.

KEGUNAAN
1. Menentukan umur kehamilan (trimester III)
• Ephifise distal femur yang menunjukkan umur kehamilan 36 minggu.
• Ephifise proksimal femur yang menunjukkan umur kehamilan 38 minggu.

2. Menentukan letak janin
3. Menentukan jumlah janin (tunggal, gemelli, multiple)

4. Menentukan letak kepala janin
• Preskep : Diameter kepala di bawah.
• Presbo : Posisi pantat/glutea.
• Posisi Lintang : Diameter kepala berada di diameter samping.

5. Menentukan tanda janin mati (pengganti USG)
• Ada pertumbuhan atau tidak
• Adanya Robert Sign’s

Ciri Robert Sign’s
• Ada udara di sistem sirkulasi.
• Adanya maserasi jaringan & elemen darah yang mati.
• Timbul gas CO2 , sebagian O2 dan N2.
• Gas masuk ke dalam jaringan , gambar radiolusent bulat.
• Lobulated di daerah jantung.
• Atau gambaran pohon bercabang dari hepar disebabkan masuknya gas ke hepar.
• Tanda tersebut terlihat setelah 12 jam – 1 minggu janin meninggal.

CATATAN BNO POLOS PADA NON GRAVID
Digunakan untuk menentukan gas pada pertubasi masuk ke cavum abdomen atau tidak. Prosesnya yaitu
Gasàcavum uterusà tuba à masuk cavum peritonii à sesudah partubasi à dilakukan Foto Abdomen Tegak
Bila ada udara di subdiafragma kanan (warna hitam seperti bulan sabit/melengkung mengikuti bentuk diafragma = semilunar shape)itu merupakan Tuba Patent

1. Adanya Horner Spalding Sign
• Adanya overlapping diameter tulang calvaria.
• Terlihat setelah 24 jam-3 minggu dari waktu kematian janin.

2. Deules Halo Sign
• Adanya udara berupa gambar radiolusen antara calvaria dan lemak subcutan.
• Gambaran terlihat 2 hari – 32 minggu sesudah janin mati.

3. Atoni , hipotoni pada janin
• Angulasi/vertebra kolaps/terbentuk garis Gibbes Appereance diketemukan oleh Schmids’s
• Kolaps dinding thorax
• Hiperekstensi tulang belakang (Jungmann).
• Hiperfleksi tulang belakang (Hartley).
• Tulang kerangka tidak beraturan/desintegrasi tulang-tulang (dianggap sebagai tindak lanjut).

PERSIAPAN PASIEN
• Informasi dan komunikasi yang baik dan jelas tentang pelaksanaan pemeriksaan fetografi.
• Melepas benda-benda logam yang dapat mengganggu gambaran pemeriksaan.
• Pengosongan daerah blass

PERSIAPAN ALAT
• Pesawat kemampuan cukup (80 – 90 kV)
• Kaset dan film 30 x 40
• Grid/lysolm
• Marker
• Gonad shield

PROTEKSI RADIASI
• Faktor ekspose yang cukup dengan menggunakan High kV Technique.
• Hindari pengulangan foto, lakukan prosedur dengan tepat.
• Luas penyinaran seminimal mungkin.

PERAWATAN POST PEMERIKSAAN
• Apabila ada perdarahan (dari placenta previa), pasien perlu istirahat atau lakukan tindakan emergensi.
• Lakukan observasi pasien.
• Siapkan peralatan resusitasi/respirasi O2 bila pasien sesak nafas.

PROYEKSI PEMERIKSAAN

1. AP/PA
Posisi Pasien
Supine/prone

Posisi Obyek
• MSP tubuh di pertengahan kaset.
• Rongga abdomen di pertengahan kaset.
• Batas atas kaset diafragma dan batas bawah kaset simphisis pubis.
• Posisikan knee joint sejajar.

Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Pertengahan kedua SIAS setinggi Lumbal ke-3

FFD
90-100 cm
Ekspose : Saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.



Kriteria Gambar
• Tampak gambaran tulang fetus.
• Densitas dan kontras dapat memperlihatkan persendiaan & tulang fetus.
• Tidak tampak rotasi abdomen.

2. Proyeksi Lateral
Posisi Pasien
Miring salah satu sisi tubuh

Posisi Obyek
• Daerah abdomen pada pertengahan film.
• Kedua lengan di atas sebagai ganjalan kepala.
• Kedua tungkai fleksi maksimal.
• Axilare plane tegak lurus meja pemeriksaan.

Central Ray
Vertikal tegak lurus

Central Point
Pada axilare plane setinggi Lumbal ke-3

FFD
90-100 cm
Ekspose : Saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.



Kriteria Gambar
• Hip joint & femur superposisi
• Densitas dan kontras dapat memperlihatkan persendian fetus dan tulang
• Gambaran fetus terkover dengan jelas

radiologi

Teknik Radiografi Fistulography

PENGERTIAN
Pemeriksaan radiologi dengan memasukkan Media Kontras pada hollow organ (gastrointestinal tract, bladder) atau tubular structures (bile ducts, ureter).
Indikasi fistulografi ialah untuk menampakkan kerusakan atau luka yang diakibatkan oleh postoperative misal : pada bile duct dan ureter
Fistulous tracks dapat terbentuk dari infection, inflammatory atau tumour lesions serta dari permukaan skin (abscesses, osteomyelitis).
Fistulous track dapat ditampakkan dengan memasukkan blunt needle atau small catheter ke dalam mouth of the fistula.
Umumnya digunakan water-soluble contrast medium seperti barium dapat digunakan pada gastrointestinal tract.
DEFINISI FISTULA
Fistula ialah saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ bagian dalam tubuh yang secara normal tidak berhubungan, atau menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan permukaan tubuh bagian luar, dapat pula diartikan sebagai abnormal connection atau passageway antara 2 organ epithelium-lined atau vessel yang secara normal tidak berhubungan.
LOKASI FISTULA
Biasanya fistula ditemukan pada:
1. Diseases of the eye, adnexa, ear, dan pada mastoid process

(H04.6) Lacrimal fistula
(H70.1) Mastoid fistula
Craniosinus fistula: antara intracranial space dan paranasal sinus
(H83.1) Labyrinthine fistula
Perilymph fistula: tear antara membran-membran yang terletak antara middle and inner ears
Preauricular fistula
Preauricular fistula: biasanya pada puncak cristae helicis ears

2. Diseases of the circulatory system

Coronary arteriovenous fistula
Arteriovenous fistula pada pulmonary vessels
Pulmonary arteriovenous fistula: antara artery & vena lungs, menghasilkan aliran blood pada keduanya. Akibatnya, oxygenated blood yang tidak sempurna.
Cerebral arteriovenous fistula
Arteriovenous fistula
Fistula of artery

3. Diseases of the respiratory system

Pyothorax fistula
Tracheoesophageal fistula akibat tracheostomy: antara saluran nafas dan saluran pencernaan.

4. Diseases of the digestive system

Duodeno Biliary Fistula
Fistula of salivary gland
Fistula stomach and duodenum
Gastrocolic fistula
Gastrojejunocolic fistula - , fistula terbentuk antara colon transversum dan upper jejunum. Fecal matter masuk dari colon ke dalam lambung dan dapat menyebabkan halitosis.
Enterocutaneous fistula: antara intestine & skin surface, biasanya dari duodenum atau jejunum atau ileum.
Gastric fistula: dari stomach ke skin surface
Fistula of appendix
Anal fistula
Anorectal fistula : menghubunkan rectum atau anorectal area lainnya ke skin surface. Menghasilkan abnormal discharge feces melalui lubang lainnya selain anus. Jug disebut fistula-in-ano.
Fecal fistula: see Anorectal
Fistula-in-ano
Fistula of intestine
Enteroenteral fistula : antara two bag intestine
Fistula of gallbladder
Fistula of bile duct
Biliary fistula : menghubungkan bile ducts & skin surface, biasanya diakibatkan gallbladder surgery
Pancreatic fistula: antara pancreas & exterior via abdominal wall

5. Diseases of the urogenital system

Vesicointestinal fistula
Urethral fistula
Innora : antara prostatic utricle dan outside body
Fistulae involving female genital tract / Obstetric fistula
Vesicovaginal fistula : antara bladder & vagina
Female urinary-genital tract fistulae
Cervical fistula: abnormal opening pada cervix
Fistula of vagina to small intestine
Enterovaginal fistula: antara intestine & vagina
Fistula of vagina to large intestine
Rectovaginal : antara rectum dan vagina
Female intestinal-genital tract fistulae lainnya
Female genital tract-skin fistula

PENYEBAB FISTULA

Sebagian besar karena infeksi, trauma atau tindakan bedah medis oleh dokter (Medical Ilustration Team, 2004).
Fistula disebabkan cacat bawaan (kongenital) sangat jarang ditemukan (Emmet, 1964).
Daerah anorektal merupakan tempat yang paling sering ditemukannya fistula (Price,1992).

TYPE FISTULA
Adapun type daripada fistula antara lain :

Blind (buntu) ujung dan pangkalnya hanya pada satu tempat tetapi menghubungkan dua struktur.
Complete (sempurna) mempunyai ujung dan pangkal pada daerah internal dan eksternal.
Horseshoes (bentuk sepatu kuda) menghubungkan anus dengan satu atau lebih titik pada permukaan kulit setelah melalui rektum.
Incomplete (tidak sempurna) yaitu sebuah pipa atau saluran dari kulit yang tertutup dari sisi bagian dalam atau struktur organ.

CONTOH PEMERIKSAAN PADA FISTULA PERIANAL
DEFINISI

Fistula perianal merupakan alur granulomatosa kronik yang berjalan dari anus sampai bagian luar kulit anus /dari abses sampai anus atau daerah perianal.
Fistula perianal dapat berhubungan dengan rektum tetapi bisa juga tidak berhubungan disebut fistula in ano atau fistula anorektal (Price,1992).
Fistula perianal didahului oleh pembentukan abses.
Abses perianal disebabkan dari infeksi akut dari kelenjar kecil yang terjadi di sebelah anus, kemudian bakteri masuk ke jaringan dan menembus kelenjar.
Setelah abses mengering, terbentuk lubang yang menghubungkan kelenjar anal dari tempat abses terbentuk ke kulit, sehingga pada permukaan kulit terbentuk luka.
Lubang yang menghubungkan kelenjar anal dari tempat abses terbentuk ke kulit disebut fistula perianal (Christian, 2004).

GEJALA FISTULA PERIANAL

Gejala abses & fistula perianal meliputi nyeri konstan atau terus menerus, disertai bengkak pd t4 tersebut.
Gejala lain yaitu adanya iritasi kulit di sekitar anus, nanah mengalir yang sering kali menimbulkan rasa sakit, demam, dan tubuh terasa lemas (Christian, 2004).

PROSEDUR PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fistula tergantung dari lokasinya, dapat didiagnosa dengan beberapa macam pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan untuk pemeriksaan pada peradangan penyakit usus, seperti pemeriksaan barium enema, colonoscopy, sigmoidoscopy, endoscopy dan dapat juga didiagnosa dengan pemeriksaan fistulografi (Wake Forest University School of Medicine Division of Radiologic Sciences, 2001).
PERSIAPAN PEMERIKSAAN

Pada pemeriksaan fistulografi tidak memerlukan persiapan khusus, hanya pada daerah fistula terbebas dari benda-benda radioopaque yang dapat menganggu radiograf (Bryan, 1979).
Apabila pemeriksaan untuk fistula pada daerah abdomen maka saluran usus halus terbebas dari udara dan fekal material (Ballinger, 1999).
Alat dan bahan yang harus dipersiapkan sebelum dilakukan pemeriksaan antara lain (Ballinger, 1999) :
Pesawat sinar-x yang dilengkapi flluoroskopi
Film dan kaset sesuai dengan kebutuhan
Marker R dan L
Apron
Sarung tangan Pb
Cairan saflon
Peralatan steril meliputi : duk steril, kateter, spuit ukuran 5 ml-20 ml, korentang, gunting, hand scoen, kain kassa, jeli, abocath, duk lubang.
Alkohol
Betadine
Obat anti alergi
Media kontras jenis water soluble yaitu iodium.

TEKNIK PEMERIKSAAN

Sebelum media kontras dimasukkan terlebih dahulu dibuat plan foto dgn proyeksi Antero Posterior (AP),
Media kontras dimasukkan dengan kateter atau abocath melalui muara fistula yang diikuti dengan fluoroskopi.
Kemudian dilakukan pemotretan pada saat media kontras disuntikkan melalui muara fistula yang telah mengisi penuh saluran fistula.
Hal ini dapat dilihat pada layar fluoroskopi dan ditandai dengan keluarnya media kontras melalui muara fistula (Ballinger, 1995).
Jumlah media kontras yang dimasukkan tergantung dari luas muara fistula.

TEKNIK PEMASUKAN MEDIA KONTRAS

Tujuan pemasukan media kontras adalah untuk memperlihatkan fistula pada daerah perianal.
Pemasukan media kontras dimulai dengan membersihkan daerah sekitar fistula dengan betadine.
Media kontras dimasukkan ke dalam muara fistula kira-kira sedalam 2-3 cm secara perlahan-lahan melalui kateter yang sudah diberi jeli dan diikuti dengan fluoroskopi.
Kemudian media kontras disuntikan perlahan-lahan sehingga media kontras masuk dan memenuhi lubang fistula yang di tandai dengan menetesnya media kontras dari lubang fistula. (Ballinger, 1995).

PROYEKSI PEMERIKSAAN PADA PERIANAL FISTULA
1. Proyeksi Antero Posterior (AP)

Posisi pasien supine di atas meja periksaan, kedua tangan diletakkan di atas dada dan kedua kaki lurus. Pelvis simetris terhadap meja pemeriksaan.
Kedua kaki endorotasi 15-20 derajat, kecuali jika terjadi fraktur atau dislokasi pada hip joint.
Sinar vertikal tegak lurus kaset, central point pada pertengahan kedua krista iliaka dengan FFD 100 cm.
Eksposi pada saat pasien tahan nafas.

2. Proyeksi Lateral

Penderita diatur miring di salah satu sisi yang akan difoto dengan kedua lengan ditekuk ke atas sebagai bantalan kepala.
Mid Sagital Plane sejajar meja pemeriksaan, dan bidang axial ditempatkan pada pertengahan meja pemeriksaan.
Spina iliaka pada posisi AP sesuai dengan garis vertikal sehingga tidak ada rotasi dari pelvis.
Central Point pada daerah perianal kira-kira Mid Axila Line setinggi 2-3 inchi di atas simfisis pubis, sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset dan FFD 100 cm. Eksposi pada saat pasien tahan nafas.

3. Proyeksi Oblique

Posisi pasien prone di atas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan ke salah satu sisi yang diperiksa yang menunjukan letak fistula kurang lebih 45 derajat terhadap meja pemeriksaan.
Lengan yang dekat kaset diatur di bawah kepala untuk bantalan kepala sedangkan lengan yang lain diatur menyilang di depan tubuh. Kaki yang dekat kaset menempel meja pemeriksaan, kaki yang lain ditekuk sebagai penopang tubuh.
Pelvis diatur kurang lebih 45 derajat terhadap meja pemeriksaan. Untuk fiksasi, sisi pinggang yang jauh dari kaset diberi penganjal.
Sinar diatur vertikal tegak lurus terhadap kaset dan central point pada daerah perianal kurang lebih 2-3 inchi di atas simfisis pubis, tarik garis 1 inchi tegak lurus ke arah lateral. FFD diatur 100 cm. Eksposi pada saat pasien tahan nafas.

4. Proyeksi Axial Methode Chassard-Lapine

Posisi pasien duduk di atas meja pemeriksaan sehingga permukan posterior lutut menyentuh ujung tepi meja pemeriksaan kemudian kedua tangan lurus ke bawah menggenggam lutut.
Pasien membungkukan punggung semaksimal mungkin sampai simfisis pubis menyentuh meja pemeriksaan, sudut yang dibentuk antara pelvis dgn sumbu vertical kira-kira 45 derajat.
Sinar vertikal tegak lurus kaset dengan central point melalui daerah lumboskral menembus trokhanter mayor. Bila fleksi tubuh terbatas central point diarahkan dari anterior obyek tegak lurus menuju bidang koronal dari simfisis pubis. FFD diatur 100 cm.

5. Proyeksi Taylor

Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan kedua tangan diletakan di atas dada dan kedua kaki lurus.
Pelvis diatur sehingga true Antero-Posterior yaitu kedua krista iliaka ka dan ki berjarak sama terhadap meja pemeriksaan dan Mid Sagital Plane berada di pertengahan meja pemeriksaan. Sinar menyudut 30o ke cranial, central point pada 2 inchi di bawah batas atas dari simfisis pubis. FFD diatur 100 cm. Eksposi pada saat pasien tahan nafas.

TUJUAN PEMERIKSAAN
1. Proyeksi Antero Posterior (AP)
Proyeksi AP pre pemasukan media kontras bertujuan untuk melihat struktur anatomi, persiapan pasien & penentuan faktor eksposi yang tepat. Sedangkan Proyeksi AP post pemasukan media kontras bertujuan untuk mengetahui arah fistula apakah mengarah ke kanan atau ke kiri serta untuk melihat penampang fistula dari depan.
2. Proyeksi Lateral
Bertujuan untuk memperlihatkan arah fistula apakah mengarah ke depan atau ke belakang.
3. Proyeksi Oblik
Bertujuan untuk melihat hubungan antara fistula yang satu dengan fistula yang lain jika kemungkinan terdapat beberapa fistula. Proyeksi ini juga dapat memperlihatkan kedalaman fistula yang mengarah ke samping.

radiologi

Teknik Radiografi Fistulography

PENGERTIAN
Pemeriksaan radiologi dengan memasukkan Media Kontras pada hollow organ (gastrointestinal tract, bladder) atau tubular structures (bile ducts, ureter).
Indikasi fistulografi ialah untuk menampakkan kerusakan atau luka yang diakibatkan oleh postoperative misal : pada bile duct dan ureter
Fistulous tracks dapat terbentuk dari infection, inflammatory atau tumour lesions serta dari permukaan skin (abscesses, osteomyelitis).
Fistulous track dapat ditampakkan dengan memasukkan blunt needle atau small catheter ke dalam mouth of the fistula.
Umumnya digunakan water-soluble contrast medium seperti barium dapat digunakan pada gastrointestinal tract.
DEFINISI FISTULA
Fistula ialah saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ bagian dalam tubuh yang secara normal tidak berhubungan, atau menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan permukaan tubuh bagian luar, dapat pula diartikan sebagai abnormal connection atau passageway antara 2 organ epithelium-lined atau vessel yang secara normal tidak berhubungan.
LOKASI FISTULA
Biasanya fistula ditemukan pada:
1. Diseases of the eye, adnexa, ear, dan pada mastoid process

(H04.6) Lacrimal fistula
(H70.1) Mastoid fistula
Craniosinus fistula: antara intracranial space dan paranasal sinus
(H83.1) Labyrinthine fistula
Perilymph fistula: tear antara membran-membran yang terletak antara middle and inner ears
Preauricular fistula
Preauricular fistula: biasanya pada puncak cristae helicis ears

2. Diseases of the circulatory system

Coronary arteriovenous fistula
Arteriovenous fistula pada pulmonary vessels
Pulmonary arteriovenous fistula: antara artery & vena lungs, menghasilkan aliran blood pada keduanya. Akibatnya, oxygenated blood yang tidak sempurna.
Cerebral arteriovenous fistula
Arteriovenous fistula
Fistula of artery

3. Diseases of the respiratory system

Pyothorax fistula
Tracheoesophageal fistula akibat tracheostomy: antara saluran nafas dan saluran pencernaan.

4. Diseases of the digestive system

Duodeno Biliary Fistula
Fistula of salivary gland
Fistula stomach and duodenum
Gastrocolic fistula
Gastrojejunocolic fistula - , fistula terbentuk antara colon transversum dan upper jejunum. Fecal matter masuk dari colon ke dalam lambung dan dapat menyebabkan halitosis.
Enterocutaneous fistula: antara intestine & skin surface, biasanya dari duodenum atau jejunum atau ileum.
Gastric fistula: dari stomach ke skin surface
Fistula of appendix
Anal fistula
Anorectal fistula : menghubunkan rectum atau anorectal area lainnya ke skin surface. Menghasilkan abnormal discharge feces melalui lubang lainnya selain anus. Jug disebut fistula-in-ano.
Fecal fistula: see Anorectal
Fistula-in-ano
Fistula of intestine
Enteroenteral fistula : antara two bag intestine
Fistula of gallbladder
Fistula of bile duct
Biliary fistula : menghubungkan bile ducts & skin surface, biasanya diakibatkan gallbladder surgery
Pancreatic fistula: antara pancreas & exterior via abdominal wall

5. Diseases of the urogenital system

Vesicointestinal fistula
Urethral fistula
Innora : antara prostatic utricle dan outside body
Fistulae involving female genital tract / Obstetric fistula
Vesicovaginal fistula : antara bladder & vagina
Female urinary-genital tract fistulae
Cervical fistula: abnormal opening pada cervix
Fistula of vagina to small intestine
Enterovaginal fistula: antara intestine & vagina
Fistula of vagina to large intestine
Rectovaginal : antara rectum dan vagina
Female intestinal-genital tract fistulae lainnya
Female genital tract-skin fistula

PENYEBAB FISTULA

Sebagian besar karena infeksi, trauma atau tindakan bedah medis oleh dokter (Medical Ilustration Team, 2004).
Fistula disebabkan cacat bawaan (kongenital) sangat jarang ditemukan (Emmet, 1964).
Daerah anorektal merupakan tempat yang paling sering ditemukannya fistula (Price,1992).

TYPE FISTULA
Adapun type daripada fistula antara lain :

Blind (buntu) ujung dan pangkalnya hanya pada satu tempat tetapi menghubungkan dua struktur.
Complete (sempurna) mempunyai ujung dan pangkal pada daerah internal dan eksternal.
Horseshoes (bentuk sepatu kuda) menghubungkan anus dengan satu atau lebih titik pada permukaan kulit setelah melalui rektum.
Incomplete (tidak sempurna) yaitu sebuah pipa atau saluran dari kulit yang tertutup dari sisi bagian dalam atau struktur organ.

CONTOH PEMERIKSAAN PADA FISTULA PERIANAL
DEFINISI

Fistula perianal merupakan alur granulomatosa kronik yang berjalan dari anus sampai bagian luar kulit anus /dari abses sampai anus atau daerah perianal.
Fistula perianal dapat berhubungan dengan rektum tetapi bisa juga tidak berhubungan disebut fistula in ano atau fistula anorektal (Price,1992).
Fistula perianal didahului oleh pembentukan abses.
Abses perianal disebabkan dari infeksi akut dari kelenjar kecil yang terjadi di sebelah anus, kemudian bakteri masuk ke jaringan dan menembus kelenjar.
Setelah abses mengering, terbentuk lubang yang menghubungkan kelenjar anal dari tempat abses terbentuk ke kulit, sehingga pada permukaan kulit terbentuk luka.
Lubang yang menghubungkan kelenjar anal dari tempat abses terbentuk ke kulit disebut fistula perianal (Christian, 2004).

GEJALA FISTULA PERIANAL

Gejala abses & fistula perianal meliputi nyeri konstan atau terus menerus, disertai bengkak pd t4 tersebut.
Gejala lain yaitu adanya iritasi kulit di sekitar anus, nanah mengalir yang sering kali menimbulkan rasa sakit, demam, dan tubuh terasa lemas (Christian, 2004).

PROSEDUR PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fistula tergantung dari lokasinya, dapat didiagnosa dengan beberapa macam pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan untuk pemeriksaan pada peradangan penyakit usus, seperti pemeriksaan barium enema, colonoscopy, sigmoidoscopy, endoscopy dan dapat juga didiagnosa dengan pemeriksaan fistulografi (Wake Forest University School of Medicine Division of Radiologic Sciences, 2001).
PERSIAPAN PEMERIKSAAN

Pada pemeriksaan fistulografi tidak memerlukan persiapan khusus, hanya pada daerah fistula terbebas dari benda-benda radioopaque yang dapat menganggu radiograf (Bryan, 1979).
Apabila pemeriksaan untuk fistula pada daerah abdomen maka saluran usus halus terbebas dari udara dan fekal material (Ballinger, 1999).
Alat dan bahan yang harus dipersiapkan sebelum dilakukan pemeriksaan antara lain (Ballinger, 1999) :
Pesawat sinar-x yang dilengkapi flluoroskopi
Film dan kaset sesuai dengan kebutuhan
Marker R dan L
Apron
Sarung tangan Pb
Cairan saflon
Peralatan steril meliputi : duk steril, kateter, spuit ukuran 5 ml-20 ml, korentang, gunting, hand scoen, kain kassa, jeli, abocath, duk lubang.
Alkohol
Betadine
Obat anti alergi
Media kontras jenis water soluble yaitu iodium.

TEKNIK PEMERIKSAAN

Sebelum media kontras dimasukkan terlebih dahulu dibuat plan foto dgn proyeksi Antero Posterior (AP),
Media kontras dimasukkan dengan kateter atau abocath melalui muara fistula yang diikuti dengan fluoroskopi.
Kemudian dilakukan pemotretan pada saat media kontras disuntikkan melalui muara fistula yang telah mengisi penuh saluran fistula.
Hal ini dapat dilihat pada layar fluoroskopi dan ditandai dengan keluarnya media kontras melalui muara fistula (Ballinger, 1995).
Jumlah media kontras yang dimasukkan tergantung dari luas muara fistula.

TEKNIK PEMASUKAN MEDIA KONTRAS

Tujuan pemasukan media kontras adalah untuk memperlihatkan fistula pada daerah perianal.
Pemasukan media kontras dimulai dengan membersihkan daerah sekitar fistula dengan betadine.
Media kontras dimasukkan ke dalam muara fistula kira-kira sedalam 2-3 cm secara perlahan-lahan melalui kateter yang sudah diberi jeli dan diikuti dengan fluoroskopi.
Kemudian media kontras disuntikan perlahan-lahan sehingga media kontras masuk dan memenuhi lubang fistula yang di tandai dengan menetesnya media kontras dari lubang fistula. (Ballinger, 1995).

PROYEKSI PEMERIKSAAN PADA PERIANAL FISTULA
1. Proyeksi Antero Posterior (AP)

Posisi pasien supine di atas meja periksaan, kedua tangan diletakkan di atas dada dan kedua kaki lurus. Pelvis simetris terhadap meja pemeriksaan.
Kedua kaki endorotasi 15-20 derajat, kecuali jika terjadi fraktur atau dislokasi pada hip joint.
Sinar vertikal tegak lurus kaset, central point pada pertengahan kedua krista iliaka dengan FFD 100 cm.
Eksposi pada saat pasien tahan nafas.

2. Proyeksi Lateral

Penderita diatur miring di salah satu sisi yang akan difoto dengan kedua lengan ditekuk ke atas sebagai bantalan kepala.
Mid Sagital Plane sejajar meja pemeriksaan, dan bidang axial ditempatkan pada pertengahan meja pemeriksaan.
Spina iliaka pada posisi AP sesuai dengan garis vertikal sehingga tidak ada rotasi dari pelvis.
Central Point pada daerah perianal kira-kira Mid Axila Line setinggi 2-3 inchi di atas simfisis pubis, sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset dan FFD 100 cm. Eksposi pada saat pasien tahan nafas.

3. Proyeksi Oblique

Posisi pasien prone di atas meja pemeriksaan, tubuh dirotasikan ke salah satu sisi yang diperiksa yang menunjukan letak fistula kurang lebih 45 derajat terhadap meja pemeriksaan.
Lengan yang dekat kaset diatur di bawah kepala untuk bantalan kepala sedangkan lengan yang lain diatur menyilang di depan tubuh. Kaki yang dekat kaset menempel meja pemeriksaan, kaki yang lain ditekuk sebagai penopang tubuh.
Pelvis diatur kurang lebih 45 derajat terhadap meja pemeriksaan. Untuk fiksasi, sisi pinggang yang jauh dari kaset diberi penganjal.
Sinar diatur vertikal tegak lurus terhadap kaset dan central point pada daerah perianal kurang lebih 2-3 inchi di atas simfisis pubis, tarik garis 1 inchi tegak lurus ke arah lateral. FFD diatur 100 cm. Eksposi pada saat pasien tahan nafas.

4. Proyeksi Axial Methode Chassard-Lapine

Posisi pasien duduk di atas meja pemeriksaan sehingga permukan posterior lutut menyentuh ujung tepi meja pemeriksaan kemudian kedua tangan lurus ke bawah menggenggam lutut.
Pasien membungkukan punggung semaksimal mungkin sampai simfisis pubis menyentuh meja pemeriksaan, sudut yang dibentuk antara pelvis dgn sumbu vertical kira-kira 45 derajat.
Sinar vertikal tegak lurus kaset dengan central point melalui daerah lumboskral menembus trokhanter mayor. Bila fleksi tubuh terbatas central point diarahkan dari anterior obyek tegak lurus menuju bidang koronal dari simfisis pubis. FFD diatur 100 cm.

5. Proyeksi Taylor

Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan kedua tangan diletakan di atas dada dan kedua kaki lurus.
Pelvis diatur sehingga true Antero-Posterior yaitu kedua krista iliaka ka dan ki berjarak sama terhadap meja pemeriksaan dan Mid Sagital Plane berada di pertengahan meja pemeriksaan. Sinar menyudut 30o ke cranial, central point pada 2 inchi di bawah batas atas dari simfisis pubis. FFD diatur 100 cm. Eksposi pada saat pasien tahan nafas.

TUJUAN PEMERIKSAAN
1. Proyeksi Antero Posterior (AP)
Proyeksi AP pre pemasukan media kontras bertujuan untuk melihat struktur anatomi, persiapan pasien & penentuan faktor eksposi yang tepat. Sedangkan Proyeksi AP post pemasukan media kontras bertujuan untuk mengetahui arah fistula apakah mengarah ke kanan atau ke kiri serta untuk melihat penampang fistula dari depan.
2. Proyeksi Lateral
Bertujuan untuk memperlihatkan arah fistula apakah mengarah ke depan atau ke belakang.
3. Proyeksi Oblik
Bertujuan untuk melihat hubungan antara fistula yang satu dengan fistula yang lain jika kemungkinan terdapat beberapa fistula. Proyeksi ini juga dapat memperlihatkan kedalaman fistula yang mengarah ke samping.