baguskah?

Selasa, 19 April 2011

proteksi radiasi

Radiasi yang digunakan di Radiologi di samping bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi dan masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi tersebut. Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi, jarak dari sumber radiasi, dan ada tidaknya pelindung radiasi.

Upaya untuk melindungi pekerja radiasi serta masyarakat umum dari ancaman bahaya radiasi dapat dilakukan dengan cara :

1. Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga paparan radiasi tidak melebihi batas-batas yang dianggap aman.
2. Melengkapi setiap ruangan radiasi dengan perlengkapan proteksi radiasi yang tepat dalam jumlah yang cukup.
3. Melengkapi setiap pekerja radiasi dan pekerja lainnya yang karena bidang pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi dengan alat monitor radiasi.
4. Memakai pesawat radiasi yang memenuhi persyaratan keamanan radiasi.
5. Membuat dan melaksankan prosedur bekerja dengan radiasi yang baik dan aman.

1. Desain dan paparan di ruangan radiasi
a. Ukuran Ruangan Radiasi
· Ukuran minimal ruangan radiasi sinar-x adalah panjang 4 meter, lebar 3 meter, tinggi 2,8 meter.
· Ukuran tersebut tidak termasuk ruang operator dan kamar ganti pasien.

b. Tebal Dinding
· Tebal dinding suatu ruangan radiasi sinar-x sedemikian rupa sehingga penyerapan radiasinya setara dengan penyerapan radiasi dari timbal setebal 2 mm.
· Tebal dinding yang terbuat dari beton dengan rapat jenis 2,35 gr/cc adalah 15 cm.
· Tebal dinding yang terbuat dari bata dengan plester adalah 25 cm.

c. Pintu dan Jendela
· Pintu serta lobang-lobang yang ada di dinding (misal lobang stop kontak, dll) harus diberi penahan-penahan radiasi yang setara dengan 2 mm timbal.
· Di depan pintu ruangan radiasi harus ada lampu merah yang menyala ketika meja kontrol pesawat dihidupkan.


· Tujuannya adalah :
ã Untuk membedakan ruangan yang mempunyai paparan bahaya radiasi dengan ruangan yang tidak mempunyai paparan bahaya radiasi.
ã Sebagai indikator peringatan bagi orang lain selain petugas medis untuk tidak memasuki ruangan karena ada bahaya radiasi di dalam ruangan tersebut.
ã Sebagai indikator bahwa di dalam ruangan tersebut ada pesawat rontgen sedang aktif.
ã Diharapkan ruangan pemeriksaan rontgen selalu tertutup rapat untuk mencegah bahaya paparan radiasi terhadap orang lain di sekitar ruangan pemeriksaan rontgen.

· Jendela di ruangan radiasi letaknya minimal 2 meter dari lantai luar. Bila ada jendela yang letaknya kurang dari 2 meter harus diberi penahan radiasi yang setara dengan 2 mm timbal dan jendela tersebut harus ditutup ketika penyinaran sedang berlangsung.
· Jendela pengamat di ruang operator harus diberi kaca penahan radiasi minimal setara dengan 2 mm timbal.

d. Paparan Radiasi
· Besarnya paparan radiasi yang masih dianggap aman di ruangan radiasi dan daerah sekitarnya tergantung kepada pengguna ruangan tersebut.
· Untuk ruangan yang digunakan oleh pekerja radiasi besarnya paparan 100 mR/minggu.
· Untuk ruangan yang digunakan oleh selain pekerja radiasi besarnya paparan 10 mR/minggu.

baca selanjutnya ( Klik READ MORE )

2. Perlengkapan Proteksi Radiasi

a.Pakaian Proteksi Radiasi (APRON)
Setiap ruangan radiasi disediakan pakaian proteksi radiasi dalam jumlah yang cukup dan ketebalan yang setara dengan 0,35 mm timbal.

b.Sarung tangan timbal
Setiap ruangan fluoroskopi konvensional harus disediakan sarung tangan timbal.

3. Alat monitor Radiasi
a. Film Badge
· Setiap pekerja radiasi dan/atau pekerja lainnya yang karena bidang pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi diharuskan memakai film badge setiap memulai pekerjaannya setiap hari.
· Film badge dipakai pada pakaian kerja pada daerah yang diperkirakan paling banyak menerima radiasi atau pada daerah yang dianggap mewakili penerimaan dosis seluruh tubuh seperti dada bagian depan atau panggul bagian depan.

b. Survey meter
Di unit radiologi harus disediakan alat survey meter yang dapat digunakan untuk mengukur paparan radiasi di ruangan serta mengukur kebocoran alat radiasi.

4. Pesawat Radiasi
a. Kebocoran tabung
Tabung pesawat rontgen (tube) harus mampu menahan radiasi sehingga radiasi yang menembusnya tidak melebihi 100 mR per jam pada jarak 1 meter dari fokus pada tegangan maksimum.

b. Filter
Filter radiasi harus terpasang pada setiap tabung pesawat rontgen.

c. Diafragma berkas radiasi
· Diafragma berkas radiasi pada suatu pesawat harus berfungsi dengan baik.
· Ketebalan difragma minimal setara dengan 2 mm timbal.
· Posisi berkas sinar difragma harus berhimpit dengan berkas radiasi.

d. Peralatan Fluoroskopi
· Tabir flouroskopi harus mengandung gelas timbal dengan ketebalan yang setara dengan 2 mm timbal untuk pesawat rontgen berkapasitas maksimum 100 KV atau 2,5 mm timbal untuk pesawat rontgen berkapasitas maksimum 150 KV.
· Karet timbal yang digantungkan pada sisi tabir flouroskopi harus mempunyai ketebalan setara dengan 0,5 timbal dengan ukuran 45 x 45 cm.
· Tabung peswat rontgen dengan tabir flouroskopi harus dihubungkan secara permanen dengan sebuah stop kontak otomatis harus dipasang untuk mencegah beroperasinya pesawat apabila pusat berkas radiasi tidak jatuh tepat di tengah-tengah tabir flouroskopi.
· Semua peralatan flouroskopi harus dilengkapi dengan tombol pengatur waktu yang memberikan peringatan dengan bunyi sesudah waktu penyinaran terlampaui. Penyinaran akan berakhir jika pengatur waktu tidak di reset dalam waktu satu menit.

5. Pemeriksaan Kesehatan
Setiap pekerja radiasi harus menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala sedikitnya sekali dalam setahun.

6. Kalibrasi Pesawat Rontgen
Pesawat rontgen harus dikalibrasi secara berkala terutama untuk memastikan penunjukkan angka-angkanya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

7. Dosis Radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi
· Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi didasarkan atas rumus dosis akumulasi :
D = 5 ( N - 18 ) rem

D :Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi selama masa kerjanya
N :Usia pekerja radiasi yang bersangkutan dinyatakan dalam tahun
18:Usia minimum seseorang yang diizinkan bekerja dalam medan radiasi dinyatakan dalam tahun

· Jumlah tertinggi penerimaan dosis rata-rata seorang pekerja radiasi dalam jangka waktu 1 tahun ialah 5 rem.
· Jumlah tertinggi penerimaan dosis rata-rata seorang pekerja radiasi dalam jangka waktu 13 minggu ialah 1,25 rem . Sedangkan untuk wanita hamil 1 rem.
· Jumlah tertinggi penerimaan dosis rata-rata seorang pekerja radiasi dalam jangka waktu satu minggu adalah 0,1 rem.

8. Ekstra Fooding
Rumah sakit berkewajiban menyediakan makanan ekstra puding yang bergizi bagi pekerja radiasi untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap radiasi.

9. Prosedur Kerja di Ruangan Radiasi
1. Menghidupkan lampu merah yang berada di atas pintu masuk ruang pemeriksaan.
2. Berkas sinar langsung tidak boleh mengenai orang lain selain pasien yang sedang diperiksa.
3. Pada waktu penyinaran berlangsung, semua yang tidak berkepentingan berada di luar ruangan pemeriksaan , sedangkan petugas berada di ruang operator. Kecuali sedang menggunakan flouroskopi maka petugas memakai pakaian proteksi radiasi.
4. Waktu pemeriksaan harus dibuat sekecil mungkin sesuai dengan kebutuhan.
5. Tidak menyalakan flouroskopi apabila sedang ada pergantian kaset.
6. Menghindarkan terjadinya pengulangan foto.
7. Apabila perlu pada pasien dipasang gonad shield.
8. Ukuran berkas sinar harus dibatasi dengan diafragma sehingga pasien tidak menerima radiasi melebihi dari yang diperlukan.
9. Apabila film atau pasien memerlukan penopang atau bantuan, sedapat mungkin gunakan penopang atau bantuan mekanik. Jika tetap diperlukan seseorang untuk membantu pasien atau memegang film selama penyinaran maka ia harus memakai pakaian proteksi radiasi dan sarung tangan timbal serta menghindari berkas sinar langsung dengan cara berdiri disamping berkas utama.
10. Pemeriksaan radiologi tidak boleh dilakukan tanpa permintaan dari dokter.

10. Prosedur Kerja di Ruang ICU dengan menggunakan Mobile Unit X-Ray
1. Berkas sinar langsung tidak boleh mengenai orang lain selain pasien yang sedang diperiksa.
2. Pada waktu penyinaran berlangsung, semua petugas harus berada sejauh mungkin dari pasien dan memakai pakaian proteksi radiasi.
3. Waktu pemeriksaan harus dibuat sekecil mungkin sesuai dengan kebutuhan.
4. Menghindarkan terjadinya pengulangan foto.
5. Apabila perlu pada pasien dipasang gonad shield.
6. Ukuran berkas sinar harus dibatasi dengan diafragma sehingga pasien tidak menerima radiasi melebihi dari yang diperlukan.
7. Apabila film atau pasien memerlukan penopang atau bantuan, sedapat mungkin gunakan penopang atau bantuan mekanik. Jika tetap diperlukan seseorang untuk membantu pasien atau memegang film selama penyinaran maka ia harus memakai pakaian proteksi radiasi dan sarung tangan timbal serta menghindari berkas sinar langsung dengan cara berdiri disamping berkas utama.

sella turcica

SELA TURSICA

PROYEKSI LATERAL
(Merril's Atlas ; Philip W Ballinger)

Ukuran Kaset : 18 x 24 cm
FFD : 90 cm
CR : tegak lurus bidang film
CP : 2 cm anterior dan 2 cm superior dari MAE

Posisi Pasien :

- Pasien diposisikan duduk tegak atau semi prone
- MSP tubuh sejajar dengan bidang film dengan kepala diposisikan true lateral
- kepala diposisikan true lateral dengan menempatkan MSP kepala sejajar dengan bidang film dan garis interpupilary tegak lurus dengan bidang film
- Atur kedua bahu agar berada pada bidang transversal yang sama
- Atur kepala sehingga garis IOML sejajar dengan garis khayal horizontal film
- Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai objek yang akan di foto, tidak terlalu luas dan tidak terlalu kecil
- Jangan lupa gunakan marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan
- Jangan lupa gunakan grid untuk menyerap radiasi hambur supaya gambaran yang dihasilkan baik
- Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron atau karet timbal
- Jika posisi pasien sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang sudah ditentukan untuk pemotretan Sela Tursica

Kriteria Gambar :

- Tampak sela tursica proyeksi lateral dipertengahan film
- Processus Clinoideus anterior kiri dan kanan superposisi
- Processus Clinoideus posterior kiri dan kanan superposisi
- Dorsum sellae dan clivus blumenbachi
- Tampak kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai dengan ukuran objek yang diperiksa
- Tampak marker R atau L sebagai penanda objek kanan atau kiri

jaminan mutu kamar gelap

jaminan mutu kamar gelap

Kaset, Tabir Penguat, Hanger dan Viewing Box

A. Kaset.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hal perawatan kaset radiografi, yaitu:

1. Label/tanda
Kaset harus ditandai dengan huruf atau angka untuk memu-dahkan identifikasi. Intensifying screen yang berada di dalam kaset harus ditandai dengan nomor atau huruf yang sama.

2. Kebersihan
Bagian luar kaset harus dibersihkan secara teratur dengan kain lap yang bersabun lalu dibersihkan dengan kain bersih dan dikeringkan. Harap diperhatikan, kain lapnya jangan terlalu basah agar tetesan air tidak masuk ke dalam kaset.

3. Tes kaset
Periksalah dan uji cobakan kaset terhadap contact screen dan kebocoran cahaya.

B. Tabir Penguat
Perlu diperhatikan beberapa hal apabila kita bekerja dengan tabir penguat;

1. Memasang dan menandai
Hendaknya dilakukan dengan menggunakan alat dan bahan yang disediakan dari pabrik pembuat. Bahan lain yang tidak disarankan akan berakibat kerusakan pada tabir penguat.

2. Membersihkan dan mengamati
Mengamati dan membersihkan tabir penguat yang teratur adalah sangat penting untuk menghindari terjadinya artefak pada film. Bila ditemui permasalahan lain, perlu diuji dengan menggunakan film röntgen untuk mengetahui bagian yang rusak. Jika ditemui bagian yang rusak, maka dapat dengan mudah diketahui melalui nomor dan huruf pada kaset yang bersangkutan. Caranya;
Kosongkan kaset di kamar gelap.
Periksalah tabir pada cahaya tampak, apakah terdapat kotoran, goresan atau luntur.
Amatilah bahwasanya permukaan tabir di dalam kaset masih lembut. Jika tabir tersebut perlu ditempel ulang maka pergunakan alat dan bahan yang diberikan dari pabrik pembuat.
Gunakan lap basah yang lembut dari katun dan sabun yang lembut/ringan untuk membersihkan. Gerakannya memutar keluar permukaan tabir (screen).
Bersihkan sisa-sisa sabun pada permukaannya dengan meng-gunakan lap katun basah yang bersih.
Letakkan kaset dalam posisi berdiri dan buka secukupnya pada ruangan yang tak berdebu. Sehingga kaset menjadi kering dan bersih serta siap untuk digunakan.
Sebelum digunakan, periksa lagi apakah permukaan tabir terdapat coretan. Bila ada lakukan pembersihan sekali lagi.
Periksalah apakah tabir dapat dengan mudah dikenali melalui nomor atau huruf yang dibuatnya?
Catatlah tanggal kegiatan ini pada buku kegiatan.
Baca Selengkapnya ( Klik READ MORE )

3. Mengecek kecepatan tabir penguat
Tabir penguat harus diperiksa kecepatannya ketika pertama kali digunakan dan pada setiap tahun sehingga faktor eksposinya dapat diatur untuk menghasilkan densitas film yang benar. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya pengulangan film.

C. Penjepit film (hanger)
Penjepit film radiografi memerlukan beberapa perlakuan dan perawatan, yaitu:
1. Bersihkan dengan sikat dan menggunakan air panas untuk menghilangkan sisa-sisa cairan kimia.
2. Cuci dan keringkanlah.
3. Periksalah, apakah ada kerusakan pada penjepitnya, perubahan bentuk dan apakah sudutnya patah?
4. Catatlah kegiatan ini dan penanganan yang dilakukan terhadap hanger yang rusak.

D. Viewing box (lampu pembaca)
1. Bersihkan permukaannya dengan memperhatikan aliran listriknya. Gunakan lap basah dengan sabun yang lembut. Biarkan permukaannya sampai kering, baru setelah itu digunakan lagi.
2. Pastikan bahwa lampu penerangnya bekerja dengan baik dan memberikan cahaya yang merata.
3. Setiap 6 bulan hendaknya teknisi listrik atau orang lain yang mengetahui membersihkan bagian dalam dari viewing box sambil
mengecek peralatan listriknya dan lampu perdarnya.

note : periksa keadaan atau kondisi semua peralatan rontgen secara berkala supaya bisa terjaga kualitas hasil foto dan bisa menjaga umur peralatan - peralatan rontgen

orbita

ORBITA

PROYEKSI POSTERO ANTERIOR (PA) AXIAL ( Cadwell )
(Merril's Atlas ; Philip W. Ballinger)

Ukuran Kaset : 24 x 30 cm melintang
FFD : 90 cm
CR : 30 derajat caudally setinggi pertengahan orbita
CP : pertengahan kedua orbita

Posisi Pasien :

- Pasien diposisikan prone atau erect dengan MSP tubuh tepat pada mid line meja pemeriksaan
- Bahu bertumpu sejajar pada bidang transversal dengan lengan diletakkan disamping tubuh dalam posisi yang senyaman mungkin
- Kepala diposisikan True PA dengan menempatkan dahu dan hidung menempel diatas kaset
- Posisikan kepala sehingga OML tegak lurus dengan bidang film
- Lakukan fiksasi dengan menggunakan spon dan sandbag untuk mencegah pergerakan dari objek kepala pasien
- Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai objek yang akan di foto, tidak terlalu luas dan tidak terlalu kecil
- Jangan lupa gunakan marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan
- Jangan lupa gunakan grid untuk menyerap radiasi hambur supaya gambaran yang dihasilkan baik
- Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron atau karet timbal
- Jika posisi pasien sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang sudah ditentukan untuk pemotretan Orbita proyeksi PA Axial (Cadwell)



Kriteria Gambar :

- kedua orbita tampak
- Petrous ridge kiri dan kanan simetris terproyeksi dibawah bayangan orbita
- Sinus frontalis dan sinus maxillaris terproyeksi
- Jarak Batas Lateral orbita dengan batas lateral kepala kiri dan kanan sama (simetris)
- Tampak kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai dengan ukuran objek yang diperiksa
- Tampak marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan.

pemeriksaan RPG

1. Pengertian RPG (Retrograde Pyelography)

Teknik atau prosedur atau tata cara pemeriksaan sistem urinaria dengan menggunakan sinar-X dan memasukkan media kontras secara retrograde (berlawanan dengan alur sistem urinaria) untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan ini dilakukan apabila sistem urinary sudah tidak berfungsi.Media kontras dimasukkan berbalik atau melawan jalannya alur sistem urinaria melalui sistem pelviocaliceal dengan memasang kateter. Pemasangan kateter adalah dengan melakukan bedah minor oleh dokter urology di ruang bedah. Umumnya dilakukan untuk menunjukkan letak urinary calculi atau jenis kerusakan lain.

2. Indikasi Pemeriksaan :

Stricture Uretra
Batu Uretra
Uretris Injuri
Renal Pelvic Neoplasma
Renal Calculi
Ureteric Fistule

3. Kontra indikasi pemeriksaan :

Urethritis :

merupakan kontra indikasi absolute karena dapat menyebabkan infeksi pada traktus urinari distal dan proximal. peradangan yang terjadi akan sulit di obati.

Stricture Uretra

Merupakan bukan kontra indikasi absolute, namun pemasukan kateter dapat memperparah keadaan

4. Komplikasi yang mungkin terjadi

Injuri Uretra

penggunaan Cystoscopy dengan ukuran yang besar dan tidak digunakannya lubricant (jelly) memungkinkan unjuri terjadi

Bladder Injuri

bladder injuri ini sangat jarang terjadi. apabila tekanan keras dengan paksaan dilakukan, maka perforasi bladder mungkin terjadi

Paraphimosis

mungkin terjadi pada pasien yang tidak di circumsis

Stricture Uretra

tidak digunakannya lubricant (jelly) yang cukup dapat menyebabkan luka dan stricture kemudian

Cystitis

jika tidak dilakukan aseptic maka terjadi peradangan

5. Persiapan pasien

persiapan pasien pada RPG sama hal nya dengan persiapan BNO - IVP , yaitu :

Hasil ureum dan creatinin normal
Satu hari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan yang lunak/rendah serat, misalnya bubur kecap.
12 jam sebelum pemeriksaan pasien minum obat pencahar.
Selanjutnya pasien puasa sehingga pemeriksaan selesai dilakukan
Selama puasa pasien dinjurkan untuk tidak merokok, dan banyak bicara untuk meminimalisasi udara dalam usus
Sebelum pemeriksaan dimulai pasien buang air kecil untuk mengosongkan blass
Akibat rasa takut pada jarum suntik, perlu diperhatikan :
Penjelasan pada pasien
Dorongan mental dan emosional
Penandatanganan Informed consent.

6. Persiapan Alat dan Bahan

Pesawat sinar-X
kontras iodium 20 cc
Spuit 20 cc
Needle 19 G
Film dan kaset 24 x 30 dan 30 x 40
Grid atau bucky
Marker R/L
Kateter (dipasang dgn bantuan cystoscopy)
Desinfektan
Kontras media, urografin

7. Prosedur Pemeriksaan

Pemasangan kateter dilakukan oleh dokter urology dengan menggunakan bantuan cystoscopy, secara retrograde (berlawan dengan alur sistem urinary) melalui uretra sblm pemeriksaan mulai dilakukan.

a. Lakukan plain foto (Abdomen Polos)

untuk memastikan letak kateter ( untuk dokter urologis )
untuk mengetahui ketepatan teknik dan positioning ( untuk radiographer )

b. Lakukan injeksi 3-5 cc media kontras melalui kateter menuju renal pelvis pada ginjal yang diperiksa

diambil dengan menggunakan film 24 x 30 cm
kontras media dimasukan kembali ± 5 cc sambil kateter di tarik perlahan, lalu foto menggunakan film 30 x 40 cm untuk melihat daerah ureter
kontras media dimasukan hingga habis, sambil di tarik diperkirakan kontras habis, foto diambil menggunakan film 30 x 40 cm


8. Proyeksi RPG (Retrograde Pyelography)

A. Posisi AP

Posisi Pasien : supine di atas meja pemeriksaan

Posisi Objek :

MSP sejajar dengan pertengahan bucky
Kedua tangan disamping tubuh

Central Ray : Tegak lurus pada bidang kaset (vertikal)

Central Point : MSP setinggi crista illiaca

FFD : 100 cm

Catatan :
Gambar harus berada pada orientasi ginjal tidak terpotong dan gambaran mulai dari nefron sampai blass tetapi tidak ada waktu seperti IVP.

b. Posisi AP Oblique

Posisi Pasien : Semisupine

Posisi Obyek :
• Atur tubuh pasien sehingga membentuk sudut 45° terhadap meja pemeriksaan.
• Tekuk lutut yang jauh dari meja pemeriksaan, luruskan kaki yang dekat dengan meja pemeriksaan, tangan yang dekat dengan meja pemeriksaan gunakan sebagai ganjalan kepala, yang jauh dari meja pemeriksaan diletakkan di depan tubuh.

Central Ray : Tegak lurus kaset

Central Point : 2 inci (5 cm) medial dari SIAS dan 1½ inci (3,8 cm) di atas crista illiaca

FFD : 100 cm

9. Hasil Gambaran RPG

a. Plain foto

b. Fase 1

c. Fase 2

d. Fase 3

10. Kesimpulan

Retrograde pyelografi merupakan pemeriksaan radiologi untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dilakukan jika pemeriksaan sebelumnya mengalami kegagalan atau informasi yang didapat kurang memadai untuk diagnosis.
Persiapan yang dilakukan untuk pemeriksaan ini mirip seperti pemeriksaan BNO IVP , namun pada tekniknya kontras media dimasukkan melalui kateter yang dipasang di penis. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan dibawah kontrol fluoroskopi , namun apabila pesawat tidak memungkinkan, maka pemeriksaan dapat dilakukan dengan ekspos film yang cukup banyak untuk melihat perjalanan kontras medpemerik

Senin, 20 Desember 2010

pemeriksaan urinarius

PEMERIKSAAN TRACTUS URINARIUS.
A. Tujuan.
Untuk mengetahui ketidak normalan sistem genital.

B. Indikasi
1. Abses
2. Peradangan
3. Tumor
4. Kemandulan

C. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan daerah yang akan diperiksa, seperti: vesiculografi untuk melihat vesika, epididymography untuk melihat epididymis dan vesikula.
Media kontras yang digunakan adalah water soluble, ionik yang digunakan pada intravena urography. Media kontras yang berbentuk gas dapat diinjeksikan langsung ke masing-masing kantong skrotum untuk memperjelas struktur bagiaan extrapelvis.
Terkadang, vesikal seminal lansung diberi MC dengan kateter uretrocospik pada saluran ejakulasi. Serinkali seluruh sistem duktus diperiksa dengan memasukan soluble kontras ke dalam saluran melalui duktus deferens. dalam hal ini diperlukan sayatan bilateral kecil yang dibuat di bagian atas scrotum untuk mengidentivikasi saluran ini. Jarum untuk pemasukan MC, dimasukan kedalam duktus bagian distal untuk pemeriksaan extrapelvic dan kemudian duktus bagian proksimal untuk pemeriksaan duktus intrapelvic.


Teknik pemeriksaan.
Teknik non-grid digunakan untuk melihat struktur extrapelvic, sedangkan extrapelvic, sedangan teknik untuk melihat saluran intrapelvic.
Proyeksi yang dibuat AP dan oblik, dengan menggunakan kaset ukuran 18x24 cm atau 24x30 cm. Central point pada superior simphisis pubis.

Kriteria:
AP
1. CP(superior simphisis pubis) tepet di pertengahan film.
2. Tidak ada rotasi.
3. Kontras optimal dan merata agar duktus seminalis tampak jelas.
Obliq
1. CP di pertengahan film
2. Duktus seminalis tidak superposisi dengan iliaca
3. Tidak ada overlaping antara daerah prostat/uretra dengan proximal femur


Prostatography.

A. Tujuan
Pemeriksaan radiogrfi yang bertujuan untuk melihat prostat.

B. Indikasi
1. Pembesaran kelenjar prostat
2. Kandungan kapur
3. Retensi urin

C. Pemeriksaan
Prostatography adalah pemeriksaan radiografi untuk melihat prostat dengan prosedur radiografi, cystografi atau vesiculografi.namun, sekarang ini prosedur tersebut sudah jarang digunakan karen perkembangan iptek pada urografi.
Sugiura dan hasegawa memparkenalkan metode MC prostatografi, di mana MC water saluble diinjeksikan langsung ke dalam prostat melalui dinding rectal/rectum.

Teknik pemeriksaan
1. Persiapan pasien
Sebelum pemeriksaan,pasien diminta buang air kecil,agar tidak ada bayangan fasesdan urin pada radiograf.
2. Proyeksi
AP
Posisi pasien supine,MSP tegak lurus dengan grid.
Kaset 18X24cm
Central point: 1 inc(2,5 cm) di atas simphisis pubis
Central ray : 15o caudal
PA
PA sering digunakan dalam pemeriksaan karena dengan posisi ini, prostat terbebas dari superposisi dengan vertebrae coccygeus
MSP tegak lurus dengan grid
Kaset 18X24 cm
CP: 2 inc di atas simphisis pubis
CR: 20-25o cephalad
3. Kriteria
a. CP berada di pertengahan film
b. Prostat terproyeksi di antar shimpisis pubis dan coccyx.

sistem saraf

ANATOMI FISIOLOGI-1

SISTEM SARAF


MAKALAH
Oleh
YUNA KUS INDRIANTO






KATA PENGANTAR



Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahNya sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti.Makalah yang berjudul “Sistem Saraf” digunakan untuk melengkapi tugas studi yang diberikan pada kami.

Penyusun sadar bahwa penulisan makalah yang sangat sederhana ini masih jauh dari kesempurnaan dan membutuhkan bantuan dari teman-teman semua.Oleh karena itu, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr Michel A. Lewol., selaku Dosen Mata Kuliah Anatomi Fisiologi-1 yang telah memberikan bimbingan dan pengarahaanya.
2. Orang tua yang telah memberi dukungan moril maupun materiil.
3. Teman- teman kelas regular dan ekstensi yang berperan sebagai motivator dalam tugas ini.
4. Pihak lain yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Kiranya hanya demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.




Semarang, 2 Oktober 2006



Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem Saraf manusia dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sistem saraf pusat atau biasa disebut dengan SSP dan sistem saraf perifer/tepi. Sistem saraf pusat(SSP) dibagi lagi menjadi dua, yaitu otak dan medula spinalis. Begitu juga dengan sistem saraf tepi/perifer dibagi lagi menjadi dua kelompok besar yaitu sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.
Sistem saraf pusat juga dikenal sebagai sistem serebrospinal sedangkan sistem saraf perifer dikelompokkan kembali menjadi sistem saraf somatis yang terdiri dari neuron aferen dan neuron eferen. Sistem saraf otonom(SSO) yang terdiri dari susunan saraf simpatis dan susunan saraf parasimpatis. 1
Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan sunsum tulang belakang, dan urat-urat saraf yang merupakan percabangan dari otak dan tulang belakang tadi disebut sebagai saraf tepi/perifer. Jaringan saraf membentuk salah satu dari empat kelompok jaringan utama dalam tubuh manusia. 1
Susunan saraf terdiri dari 2 unsur selular, yaitu neuron dan neuroglia. Setiap neuron tumbuh dari neuroblast, sedangkan neuroglia berasal dari spongioblast. Jumlah neuron pada tubuh manusia antara 15 ribu sampai 30 ribu juta, sehingga jumlah tersebut juga menunjukkan jumlah neuroblast. Setelah semua neuroblast berubah menjadi neuron, maka jumlah neuron tidak akan bertambah . Semua neuron merupakan sel dalam status postmitotik dan tetap sampai akhir hidupnya.2
Sebagai sel terkhusus, neuron bertugas mengumpulkan dan menyebarkan informasi demi kelancaran makhluk hidup di dalamnya. Adapun mekanisme pokok yang mendasari aktivitas tersebut meliputi:

 Bereaksi, terhadap perubahan dirinya akibat adanya impuls/ rangsangan
 Beraksi, karena adanya reaksi.
 Menyalurkan, aksinya sepanjang akson.
 Menghibahkan, impuls ke neuron lain.
Neuron beraksi terhadap rangsang yang berasal dari luar tubuhnya, rangsang itu dapat bersifat alamiah tetapi dapat pula berupa rangsang buatan, yang berupa rangsang fisik atau kimia. 2

B. RUMUSAN MASALAH
1. Anatomi dari sistem saraf ?
2. Sirkulasi serebral ?
3. Pembuluh darah yang menangani sistem saraf manusia ?
4. Lapisan-lapisan yang ada di dalam kepala (otak) ?
5. Cedera yang bisa terjadi dalam sistem saraf manusia?
6. Anatomi dari bagian-bagian otak?
7. Anatomi dari tulang belakang ?














BAB II
ISI

1. ANATOMI
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan atau dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan, dan mengontrol interaksi antar individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan schwan). Kedua jenis sel tersebut demikian erat dan berkaitan satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel sistem saraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau masukan aferen dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan motorik atau masukan eferen ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar, yaitu organ-organ efektor. Neuron dapat menyalurkan data neural ke neuron lain, dalam hal ini neuron ini disebut neuron asosiasi atau neuron internuncial. Neuroglia merupakan penyokong, pelindung dan sumber nutrisi bagi neuron-neuron otak dan medula spinalis, sedangkan sel schwan merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron dan tonjolan neural di luar sistem saraf pusat.











Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
A. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf pusat dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang, serta dilindungi oleh suspensi dalam cairan serebrospinal yang dibentuk dalam ventrikel otak.
1. Otak
Terletak dalam rongga kranium, dibagi menjadi :
- Otak depan : menjadi belahan otak (hemispherium serebri) korpus striatum dan talami (talamus dan hipotalamus).
- Otak tengah : tekmentum, krusserebrium, korpus kuadri geminus.
- Otak belakang : pons varolii, medula oblongata serebelum yang membentuk batang otak.
Otak manusia kira-kira merupakan 2 % dari berat badan orang dewasa (sekitar 3 lbs). Otak menerima 20 % dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20 % pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilo kalori enegi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan. Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat. Bila aliran darah terhenti selama 10 detik saja, maka kesadaran mungkin sudah akan hilang, dan penghentian dalam beberapa menit saja dapat menimbulkan kerusakan irreversibel. Hipoglikemia yang berkepanjangan juga merusak jaringan otak. Aktivitas otak yang tak pernah berhenti ini berkaitan dengan fungsinya yang kritis sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan sistem efektor perifer tubuh, dan berfungsi sebagai pengatur informasi yang masuk, simpanan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku.


2. Medula spinalis
Berfungsi sebagai pusat refleks dan jarak konduksi impuls dari atau kotak. Terdiri dari substania alba (serabut saraf bermeili) dengan bagian dalam terdiri dari substania grisea (jaringan saraf tak bermeili) substania alba berfungsi jaras konduksi impuls eferen dan aferen antara berbagai tingkat medula spinalis dan otak. Substania grisea merupakan tempat integrasi refleks spinal terhadap lingkungan sekitarnya. Pada penampang melintang, substania grisea tampak menyerupai huruf H kapital. Kedua kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan tubuh disebut kornu anterior atau kornu ventralis, sedangkan kedua kaki belakang dinamakan kornu posterior atau kornu dorsalis.
Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron motorik eferen multipolar dari kradiks ventralis dan saraf sipinal sel kornu ventralis atau lower motor neuron biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena setiap gerakan, baik yang berasal dari konteks motorik serebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari reseptor sensorik, harus diterjemahkan menjadi satu kegiatan atau tindakan melalui strutur tersebut.
Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut sensorik yang akan menuju ketingkat sistem saraf pusat lain sesudah bersinap dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik.

B. Sistem saraf perifer terdiri dari :
1. Sistem saraf somatis.
Terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa baik informasi sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tidak disadari (misalnya nyeri, suhu, raba, propriosepsi yang disadari maupun yang tak disadari, penglihatan, pengecapan, pendengaran, dan penciuman) dari kepala, dinding tubuh dan ekstremitas. Saraf eferen terutama berhubungan dengan otot rangka tubuh. Sistem saraf somatis menangani interaksi dan respons terhadap lingkungan luar.
2. Sistem saraf otonom.
Merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut aferennya membawa masukan dari organ-organ viseral (menangani pengaturan denyut jantung, diameter pembuluh darah, pernapasan, pencernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan, dsb). Saraf eferen motorik sistem saraf otonom mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar-kelenjar viseral. Sistem saraf otonom terutama menangani pengaturan fungsi viseral dan interaksinya dengan lingkungan dalam. Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem saraf otonom parasimpatis yang keluar dari otak dan bagian sakral medula spinalis, dan sistem saraf otonom simpatis yang meninggalkan sistem saraf pusat dari daerah torakal dan lumbal medula spinalis.

DAERAH PADA OTAK
Fisura dan sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Kortek serebri terlipat secara tidak teratur, lekukan diantar gulungan serebri disebut sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis. Fisura dan sulkus ini membagi otak dalam beberapa daerah lobus yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada diatasnya, seperti :
- Lobus frontalis, bagian depan serebrum yang terletak didepan sulkus sentralis.
- Lobus parietalis, terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco oksipitalis.
- Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan didepan lobus oksipitalis.
- Oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari serebelum.
Fisura longitudinal adalah celah dalam pada bidang medial yang membagi serebrum menjadi hemisfer kanan dan kiri. Sulkus lateralis atau fisura silvius, memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis dan dari lobus parietalis pada sebelah posterior. Sulkus sentralis atau fisura Rolandi memisahkan lobus frontalis dari lobus parietalis. Lobus oksipitalis terletak dibelakang lobus parietalis dan bersandar pada tentorium serebri.
2. SIRKULASI SEREBRAL
Arteria ke otak disuplai oleh dua arteri karotids interna (anterior) dan dua arteri vertebralis (posterior). Yang merupakan cabang dari aorta. Trunkus brakiosefalikus (arteria anomita) akan bercabang menjadi arteria karotis komunis kanan yang memperdarahi kepala dan arteria subklavia kanan memperdarahi lengan. Disebelah kiri, arteriakomunis kiri dan arteria subklavia kiri masing-masing dicabangkan dari lengkung aorta.
Secara umum, arteri kepala bersifat :
1. Arteri penghantar (konduktif)
Diantaranya arteri karotis, serebri media, dan serebri anterior,vertebralis, basilaris, dan serebri posterior. Cabang-cabangnya membentuk jalinan luas meliputi permukaan otak.
2. Arteri penetrans
Merupakan pembuluh dsrah yang mengalirkan nutrisi dari arteria konduktis. Yang masuk kedalam otak dengan sudut tegak lurus dan menyediakan darah bagi struktur dibawah korteks (kapsula interna, ganglia basalis)
Sirkulasi yang menuju ke kedua hemisfer bisanya simetris. Setiap sisi mendapat suplai darah tersendiri, terpisah dari sisi lain. Bila aliran normal ke suatu bagian tertentu berkurang, maka terbentuk sirkulasi koleteral bertahap. Kebanyakan sirkulasi koleteral serebral antara arteri-arteri utama melalui sirkulus willisi. Koleteral antara aarteriakarotis interna dan externa melalui arteria oftalmika, yang akan berfungsi jika jalan lain tergangu.
Setiap individu memiliki perbedaan keadaan sirkulasi koleteral, disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Faktor anstrinsik (extra kranial)
 Tekanan darah
 Fungsi kardio faskular
 Viskositas darah
2. Faktor intrinsik (intra karnial)
 mekainisme otoregulasi serebral mempunyai hubungan dengan tekanan perfusi serabral
 pembuluh darah serebral
 tekanan cairan otak atau intra karnial
Jika tekanan rata-rata darah turun sampai dibawah 60 mmHg, mekanisme oto regulasi otak menjadi kurang efektif. Otak berusaha mengkompensasi dengan menarik oksigen lebih banyak dari darah yang ada, jika terus menurun hingga aliran darah otak sekitar 30 ml / 100 gram jaringan per menit, akan tampak gejala-gejala isemik serebral.

3. CEDERA KEPALA
Otak dilindungi oleh:
1. rambut
2. kulit
3. tulang yang membungkusnya

Beberapa pelindung otak antara lain :
1. Pelindung pertama yang melapisi otak :
 Kulit
 Galea aponeurotika (suatu jaringan fibrosa, padat yang dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal)
 Lapisan membrane
Di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika, yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai ke tengkorak.
2. Tengkorak
Ruang keras yang tidak memungkinkan terjadi perluasan isi intracranial. Terdiri dari :
 Tabula eksternal (dinding bagian luar)
 Tabula internal (dinding bagian dalam)
Mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media, dan posterior.
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu arteria, perdarahan arterial yang diakibatkannya tertimbun dalam ruang epidural, dapat menimbulkan akibat yang fatal jika tidak ditangani dengan segera.
3. Meninges (selaput otak)
Meninges terdiri dari tiga selaput, yang dari luar ke dalam secara berturut-turut dinamakan durameter, arakhnoid mater, dan piamater. Secara kolektif arakhnoid mater dan piamater disebut juga leptomeninges.
 Durameter (lapisan sebelah luar)
Dari ketiga lembaran pelindung jaringan susunan saraf pusat, duramater lah yang paling tebal dan kuat. Tersusun atas jaringan kolagen yang padat.bagian luar dinamakan dura endosteal membentuk bagian dalam periosteum tengkorak membatasi kanalis vertebralis medulla spinal, bagian dalam dinamakan dura meningeal. Duramater pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak, yaitu rongga sinus longitudinal superior, terletak diantara kedua hemisfer otak. Berfungsi untuk melindungi otak, menutui sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.
Mempunyai suplai darah yang kaya :
1. Bagian tengah dan posterior : arteri meningea media (arteri vertebralis dan karotis interna).
2. Pembuluh anterior dan ethmoid : cabang arteri karotis interna (fossa anterior).
3. Arteri meningea posterior (cabang Arteri oksipitalis) : fossa posterior.



 Arakhnoid mater (lapisan tengah)
Terdiri dari 1 sampai 2 deretan sel, yang secara merata membaur dengan serat-serat kolagen. Pada sisi luar dan dalamnya terdapat selapis sel mesotelial. Diantara duramater dan arakhnoid mater terdapat sela yang disebut sel subdural, sehingga perdarahan dapat menyebar bebas, terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena-vena pada arakhnoid mater memiliki sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek. Diantara arakhnoid mater dan piamater terdapat ruang subarakhnoid yang memungkinkan trjadinya sirkulasi cairan LCS. Terdapat arteria, vena serebral, dan trabekula arakhnoid yang mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut sisterna.

 Piamater (lapisan sebelah dalam)
Terdiri dari lapisan kolagen yang tipis dan sejumlah sel pipih yang tersebar di segenap lapisan kolagen itu.permukaan otak yang melekuk ke dalam oleh karena arteri di ruang subaraknoid masuk dalam jaringan otak, secara konsekuen dilapisi piamater juga. Terdapat sebuah kantong berisi cairan, berisi saraf perifer keluar dari medulla spinalis. Pembuluh darahnya berjalan menuju struktur dalam system saraf pusat untuk memberi nutrisi pada jaringan saraf. Lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus membungkus girus. Piamater membentuk sawar antar ventrikel dan sulkus atau fisura.
Kerusakan otak melalui 2 cara :
1. Efek langsung trauma pada fungsi otak :
 Akibat benda / serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak.
 Pengaruh kekuatan / energi yang diteruskan ke otak.
 Efek perlambatan – percepatan pada otak yang terbatas dalam kompartemen yang kaku.

2. Efek sekunder trauma yang menyebabkan perubahan neurologik berat :
 Akibat reaksi jaringan terhadap cedera.
 Responnya dengan perubahan isi cairan intrasel dan ekstrasel, ekstravasi darah, peningkatan suplai darah ketempat itu, dan mobilisasi sel untuk memperbaiki dan membuang debris seluler.

























































Hematoma Epidural
Sering terjadi di daerah parieto temporal, akibat robekan arteri meningea media. Terjadinya cedera kepala yang diikuti keadaan tidak sadar beberapa saat. Yang ditandai dengan periode lusid. Hemayoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kea rah bawah dan dalam, menyebabkan medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Tekanan dari hernia unkus pada sirkulasi yang mengurs formasio retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Terjadi dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata, serta terjadi kelemahan respons motorik kontra lateral.

Hematomo subdural
Berasal dari vena yang timbul akibat fruktur vena terjadi rada ruangan subdural. Hematoma subdural terjadi sebagai akibat leserasi vena subdural.
Macam-macam hematoma subdural:
1. Hematoma subdural akut
Durameter dan earakhnoid sobek sehingga cairan otak banyak keruang subdural menimbulkan gejala neurologik serius dalam 24-48 jam setelah cedera. Disebabkan oleh tekanan rada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foremen magnum kemudian menimbulkan tekanan oada batang otak. Mengakibatkan berhentinya pernafansan, hilangnya kontrol denyut nadi, dan tekanan darah.
Pengobatan dengan cara mengangkat hematoma, dekomprasi (mengangkat tempat-tampat pada tengkorak)
2. Hematoma subdural sub akut
Menimbulkan devisit neurologik serius dalam waktu lebih dari 48 jam tapi kurang dari 2 minggu setelah cidera. Menyebabkan pendarahan vena dalam subdural. Adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran. Pengobatan dengan cara mengangkat bekuan darah secepat mungkin.
3. Hematoma subdural kronik
timbul gejala tertunda gejala beberapa minggu, bulan bahkan tahun setelah cidera pertama. Trauma pertama merobek vena yang melawati subdural. Pendarahanya lambat dalam ruangan subdural (7-10 hari setelah pendarahan pertama, darah dikelilingi oleh membran frosa). Selisih tekanan osmotik menyebabkan kerusakan sel-sel darah.
Pengobartan dengan cara melakukan pemantauan yang cepat pada penderita dengan hematoma kecil dengan tanda neurologik. Bagi yang progresif dan gejala pelemahan dengan cara pembedahan untuk mengangkat pembekuan, karena darat terjadi herniasi unkus temporal dan kematian.

SINDROM-SINDROM MEDULA SPINALIS
Struktur anatomis medula spinalis menghasilkan pola kehilangan fungsional yang sangat khas sesudah terjadi cidera. Tergantung tempat cidera, jalur yang terkenapun berbeda-beda dan karenanya bermacam-macam fungsi akan terhenti.

Transeksi
Transeksi lengkap memisahkan traktus-traktus motorik desenden, sehingga terjadi paralisis totol dibawah lesi. Pada waktu yang sama traktus-traktus sensorik asenden juga terputus dan dibawah lesi terjadi kehilangan sensoris total. Bila yang rusak terjadi diatas bagian sakral, maka kontro volunter dari pengeluaran urin dan defekasi juga hilang. Jika kerusakan terjadi diatas pelebaran lumbal, kedua tungkai bawah akan lumpuh (paraplegia), sedangkan jika diatas pelebaran servikal, kedua tungakai atas juga lumpuh (tetraplegia).

Hemiseksi
Bila ada hemiseksi dari medula spinalis, hasilnya adalah sindrom Brown-squard. Misalnya hemiseksi kiri memotong traktus-trakrus piramidal latetral dan kortiko-spinal anterior da menghasilkan paralisis sebelahkiri. Pemotongan jalur-jalur vasomotor menghasilkan paralisis vasomotor ipsilateral, dan pemutusan funikulus posterior dan traktus selebeler lateral mengakibatkan gangguan nyata pada sensebilitas dalam (sadar akan posisi). Pada belahan lesi terdapat pula hiperestesia (sentuhan ringan terasa sakit). Ini akibat sensibilitas epikritik (funikulus posteror) dengan retensi sensibilitas protopatik (menyilang dan naik dalam funikulus anterolateral pada belahan berlawanan). Pada balahan kanan yang utuh, dari lesi kebawah terdapat hilang sensoris disosiasi, yakni hilang sensasi suhu dan sakit (raktus anterolateral terputus dan silang pada belahan yang rusak) dengan persepsi sentuhan yang hampir normal.


















































































KOMPONEN DAN FUNGSI


SISTEM SARAF
KOMPONEN DAN FUNGSINYA
SISTEM SARAF PUSAT 1. OTAK - berfungsi sebagai pusat mentafsir maklumat.
2. SARAF TUNJANG - menyambungkan otak dengan saraf periferi dan juga sebagai pusat kawalan tindakan refleks.
SISTEM SARAF PERIFERI 1. SARAF KRANIUM - menyambungkan otak dengan anggota di kepala seperti mata.
2. SARAF SPINA - menyambungkan bahagian lain dalam badan dengan saraf tunjang.



NEURON FUNGSINYA
DERIA Menerima ransangan, menjana impuls dan seterusnya menghantar impuls itu ke neuron perantaraan.
PERANTARAAN Menerima impuls dari neuron deria dan menghantarnya ke neuron motor
MOTOR Menerima impuls dari neuron perantaraan dan menghantar ke otot untuk gerak balas.





BAGIAN NEURON FUNGSI
BADAN SEL Bahagian yang menempatkan nukleus dan berfungsi sebagai pusat aktiviti sel
AKSON Membawa impuls keluar dari badan sel
DENDRON Membawa impuls masuk ke dalam badan sel
SALUT MEILIN Melindungi akson dan dendron
SINAPS Ruang khas diantara neuron-neuron yang membenarkan impuls mengalir dalam satu arah sahaja
RESEPTOR Struktur khas pada neuron deria ini menjana impuls apabila ia menerima ransangan
EFEKTOR Struktur khas pada neuron motor ini menerima impuls dari sistem saraf pusat dan melakukan gerak balas



















BAB III
PENUTUP

C. SIMPULAN

Sistem sraf manusia secara garis besar terdiri dari sel-sel neuron dan sel-sel neuroglia.Sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat(SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan. Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat.Sedangkan medula spinalis, Berfungsi sebagai pusat refleks dan jarak konduksi impuls dari atau kotak. Terdiri dari substania alba (serabut saraf bermeili) dengan bagian dalam terdiri dari substania grisea (jaringan saraf tak bermeili) substania alba berfungsi jaras konduksi impuls eferen dan aferen antara berbagai tingkat medula spinalis dan otak.
Sirkulasi serebral dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor interinsik dan eksterinsik. Lapiasan pelindung otak meliputi pelindung luar yang terdiri dari rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya. Tengkorak, terdiri dari Tubula External, Diploe, dan Tubula Internal.Pelindung yang terakhir adalah lapisan meninges yang terdiri dari lapisan durameter, tersusun atas jaringan kolagen yang padat.bagian luar dinamakan dura endosteal membentuk bagian dalam periosteum tengkorak membatasi kanalis vertebralis medulla spinal, bagian dalam dinamakan dura meningeal.Arakhnoid, terdiri dari 1 sampai 2 deretan sel, yang secara merata membaur dengan serat-serat kolagen. Pada sisi luar dan dalamnya terdapat selapis sel mesotelial. Diantara duramater dan arakhnoid mater terdapat sela yang disebut sel subdural, sehingga perdarahan dapat menyebar bebas, terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium.dan lapisan berikutnya adalah piameter, Terdiri dari lapisan kolagen yang tipis dan sejumlah sel pipih yang tersebar di segenap lapisan kolagen itu.permukaan otak yang melekuk ke dalam oleh karena arteri di ruang subaraknoid masuk dalam jaringan otak.

Kerusakan pada otak dapat disebabkan oleh benda asing yang masuk ke dalam jaringan otak itu sendiri, dan faktor interinsik lain yang mempengaruhi sehingga kerja otak menurun.Kerusakan pada medula spinalis meliputi kerusakan pada daerah lumbal. Selain hal tersebut di atas, bisa juga terjadi tumor otak yang menyebabkan gangguan fokal dan kenaikan tekanan interkranial dalam otak.
Tumor medula spinalis, merupakan tumor yang berkembang di bagian medula spinalis/tulang belakang. Tumor ini diklasifikasikan menjadi tumor ekstradural dan tumor intradural.Tumor intradural dibagi lagi menjadi tumor ekstramedular dan tumor intramedular.Semua itu merupakan penyakit/ kelainan yang dapat menyerang sistem saraf manusia.




















DAFTAR PUSTAKA

Pearce ,Evelyn C. 1, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Shidarta, Dewanto 2, Anatomi Susunan Saraf Pusat Manusia.
Kahle,W., Atlas dan teks Anatomi Manusia, Jakarta:EGC,1996.
Kapit, Wynn and Lawrence M. Elson, The Anatomy Coloring Book. London:Harper and Row .1977
Warrick, C.K., Anatomy and Phisiology for Radiographers. Newcastle: Edward Arnold.1975.